Langsung ke konten utama

Jaga Keseimbangan (2)

Subuh ketika pulang dari salat di masjid, saya tengadahkan wajah ke langit. Subhanallah, saya disuguhi pemandangan menakjubkan. Butiran bintang menghias langit yang hijau bersih. Dalam hati saya membatin, tumben sekali langit secerah ini. Bintang yang biasanya tidak tampak jadi terlihat jelas begitu cemerlang.

Apakah itu cara Allah SWT menjawab atau membalas, bahwa di balik dahsyatnya bencana yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, ada kekuasaan lain dariNya, berupa suguhan keindahan langit yang hijau bersih dihiasi bintang-bintang berkilauan. Di balik MurkaNya, ada Kasih SayangNya.

Apakah itu cara Allah SWT mempertontonkan bagaimana Dia menjaga keseimbangan antara menurunkan bencana sebagai batu uji bagi ketaatan manusia terhadap perintahNya, untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi, dan membentangkan keindahan alam semesta yang Dia jaga kemurniannya kendati manusia tak henti berulah merusaknya.

Sembari berjalan menuju rumah tak henti-henti saya bertasbih memuji KeagunganNya dan mensyukuri keberuntungan yang saya dapatkan dari manfaatnya keluar rumah, melangkahkan kaki ke Rumah Allah SWT di pagi buta. Hidung menghirup udara bersih, badan disapu hawa jernih, mata melihat keindahan, jiwa dirasuki ketenteraman, hati disusupi ketenangan.

Semua itu adalah keberkahan hidup yang tidak akan dicapai bila tidak menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak Allah SWT adalah kita menaati dengan jalan takwa. Karena itu, wajib hukumnya bagi kita menyeimbangkan antara kebutuhan, keinginan, prioritas memenuhinya dan batasan-batasan sebagai portal. Juga alarm, pengingat untuk sigap berjaga-jaga.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...