Langsung ke konten utama

Pak Sepuh 2

Kantong infus yang menyuplai cairan nutrisi ke dalam tubuhnya agar sehat dan kuat (foto: zy)


Rembugan emak-emak untuk membesuk Pak Sepuh ke RS menemu kata sepakat. Namun, pukul 11 rencana berangkat seperti menemu kendala. Emak yang menginisiasi dapat kabar mendadak ada saudaranya sakit, dia pun ke RSUD.

Semula ada dua mobil standby di rumah emak, satu berangkat mengantar dia ke RSUD dengan anaknya. Satu dikondisikan mengantar emak-emak merealisasikan rencana besuk, yang nyopir Pak Surya, suami si emak.

Posisi emak digantikan anak perempuannya. Sum-sum duit untuk beli kue oleh-oleh sudah fiks. Tinggal kepastian berangkat, mau tidak Pak Surya mengantar ke RS. Anak perempuannya itu disuruh melobi, Pak Surya pun bersedia.

Karena semua rombongan emak-emak. Maka, untuk mendampingi Pak Surya, saya terpaksa ikut. Tadinya saya sudah pastikan tidak bakal ikut, tetapi kasihan juga Pak Surya sendiri “di sarang penyamun” semua emak-emak.

Sampai rumah sakit jelang azan Zuhur, subhanallah kami dapati beliau dalam kondisi sehat. Setengah badan sebelah kanan yang semula “mati” ternyata sudah kembali normal, bisa digerakkan, kami bersalaman genggamannya erat.

Bungah benar perasaan kami melihat kondisi beliau bisa pulih sedemikian cepat. Berarti penanganan dokter di RS tempatnya dirawat benar-benar prima. Tentu tim dokter yang menangani beliau mumpuni. Recommended ini RS. 

Membaca Tanda-tanda

Penanganan terhadap pasien stroke seyogianya secepat mungkin. Paling tidak dalam waktu empat jam pasca-serangan harus mendapat pertolongan beberapa dokter secara holistik, mencakup dokter jantung dan dokter syaraf.

Menurut cerita anak perempuannya yang mengenyam ilmu keperawatan, ayahnya sewaktu dibawanya kontrol ke RS tempatnya bertugas, mulanya karena saat BAB fesesnya berwarna hitam. Mereka tentu khawatir. Jangan-jangan…

Tetapi, setelah ditanyai dokter di RS tempat anaknya tugas, ternyata feses berwarna hitam itu dipicu oleh ulah beliau minum obat penyakit jantung yang overdosis. Pantas saja pikir anaknya, obat jatah sebulan kok habis dua minggu.

Ayah saya pernah bercerita, tanda-tanda orang yang sudah dekat ajalnya, salah satunya fesesnya berwarna hitam. Tanda itulah yang dikhawatirkan anak Pak Sepuh tersebut, jangan-jangan ayahnya sudah mau meninggal dunia.     

Mendengar cerita anak Pak Sepuh tentang feses ayahnya hitam itu, Pak Surya membaca tanda-tanda dekatnya ajal. Jadi, sewaktu berpamitan, Pak Surya meminta maaf kepada Pak Sepuh. “Maafkan saya, ya, Pak Sepuh,” ujarnya.

Sementara saya karena sudah terbiasa menjenguk beliau di rumahnya, pamit sewajarnya saja. Bersalaman dan mohon pamit tanpa kata permintaan maaf. Saya positive thinking saja, kalau beliau masih akan sehat dan panjang umur.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...