Langsung ke konten utama

Pak Sepuh 3

ilustrasi gambar sepuh dari aplikasi-indonesia.com

Cergas Bergas

Tidak sampai 24 jam dari saat terkena serangan stroke (waktu Isya), keesokan siang pukul 11 Pak Sepuh sudah kembali pulih. Setengah badan sebelah kanan yang semula “mati” bisa kembali “hidup” dan digerak-gerakkannya.

Itu berkat penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa secara holistik dan komprehensif oleh dokter spesialis penyakit jantung, spesialis syaraf, dan fisioterapi membuat stroke Pak Sepuh cepat pulih.

Maka, cukup empat malam doang Pak Sepuh tidur di ruang rawat inap. Selama perawatan itu dilakukan latihan fisioterapi dan dipantau kondisi jantungnya. Rabu malam kemarin pulang. Bakda Magrib tadi saya dan istri besuk.

Anggota tubuhnya, tangan dan kaki cergas bergas. Bisa bicara satu dua kata, tidak bisa lagi lancar ngobrol seperti sebelumnya. Tampak beliau ingin bercerita banyak, tetapi kata-katanya seperti tersendat di kerongkongan.

Itu artinya syaraf motoriknya belum pulih secara sempurna, butuh waktu pemulihan dengan cara mengajaknya ngobrol sederhana. Misalnya, ditanya mau makan atau minum apa. Bayi pun akan cepat bisa bicara bila rajin diajak mengobrol.

Jadinya saya dan istri lebih banyak ngobrol dengan istri beliau. Cukup setengah jam kami membesuknya, agar beliau bisa lebih banyak waktu buat beristirahat. Ketika pamit tanganku ditepuk-tepuknya. Bahasa isyaratkah?

Ya, mungkin beliau sangat apresiatif atas kunjungan kami, menepuk-nepuk tangan itu semacam ungkapan banyak terima kasih karena kami berempati. Senyampang kami bisa. Menengok dan menghibur, itu yang kami lakukan.

Rasa syukur kami tak terhingga ke Hadirat Allah Swt atas limpahan nikmat terindah kepada Pak Sepuh, berupa kesehatan dan umur panjang. Jadi, cocoklah saya waktu pamitan di RS tidak perlu minta maaf seperti Pak Surya.

Pak Surya terlampau khawatir kalau-kalau Pak Sepuh sudah hendak berpulang karena saat BAB fesesnya berwarna hitam. Bukan, itu bukan tanda-tanda akan datangnya ajal, melainkan karena beliau overdosis minum obat jantung.

Jadi, benarlah saya positive thinking kalau Pak Sepuh masih akan sehat dan panjang umur. Mungkin usianya bisa seperti almarhum ayah saya, mencapai 86 tahun. Kalau memang Allah Swt masih memberi kesempatan kepada beliau.

Kesempatan dirikan salat dengan cara duduk, berbaring, atau sekadar isyarat. Kesempatan memperbanyak istigfar, tasbih, tahmid, takbir, dan bersedekah. Atau kesempatan menyaksikan cucu-cucunya sukses dan menikah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...