Kematian itu Dekat
Kemarin malam tahlilan malam ketiga
di RT sebelah. Yang meninggal memang punya rumah di situ, ditempati dua
anaknya, kuliah dan SMA. Sementara ia dan istrinya bertugas di luar kota.
Sesekali saja menjenguk anaknya.
Saya sebut saja Bapak Zikran dan Ibu
Asamah, keduanya bekerja sebagai ASN di dua kabupaten berlainan. Jarak keduanya
lumayan jauh sehingga tidak mungkin dilaju. Mereka bisa ketemuan setiap weekend
sudah bagus sekali.
Niatnya ya untuk menjenguk kedua
anaknya. Namun, tiba-tiba merasa kurang sehat. Oleh anaknya diantar ke rumah
sakit, nggak tahunya berpulang ke Haribaan-Nya. Kurang sehat hanyalah lantaran
belaka. Kematian itu begitu dekat.
Di luar kota, Zikran dan istrinya
berjauhan karena berbeda instansi dan lokasi tempat bertugas. Jamak memang
suami dan istri menjalani long distance marriage (LDM). Kehidupan rumah tangga
terpisah oleh jarak, ruang, dan waktu.
Idealnya pasangan suami istri
pasca-menikah hidup bersama di bawah satu atap rumah yang sama. Namun, berbagai
kondisi memaksa mereka berjauh-jauhan. Kebanyakan disebabkan tempat bekerja
yang berbeda.
Pak Zikran dan Ibu Asamah salah satu
contoh dari ribuan pasangan LDM di negeri ini. Sehari-hari tinggal terpisah,
sekali ketemu dan niatnya hendak bersenang-senang bersama kedua anak mereka,
malah dipisahkan selamanya.
Niat hendak senang-senang di kota,
eh kok malah ditimpa kesusahan. Kesusahan dirasakan Ibu Asamah karena ditinggal
suami dan duka mendalam kedua anaknya karena menjadi yatim. Misteri kehidupan
sungguh tak terpecahkan.
Umur manusia tertatih meniti zaman.
Betapa tepermanai kesempatan hidup bersama menjalani perkawinan secara ideal,
tinggal dalam satu atap rumah, saling mengasihi dan menyayangi, saling berbagi
peran, dan penuh bahagia.
Tetapi, kematian adalah keniscayaan.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Tentang kapan waktunya kematian
mendatangi seseorang, tiada satu pun bisa mengetahuinya secara pasti. Tunggu
saja dengan memperbanyak bekal.
Komentar
Posting Komentar