Langsung ke konten utama

Lobi, Kolusi, Mati

Kemarin, Jumat (25/04), gerai minimarket biru resmi grand opening di bundaran BKP (bekas rumah makan padang). Bisa terwujud setelah minimarket IDSA 2 menggulung layar dan dialihfungsikan menjadi Klinik Pratama Rawat Inap IDSA Medika. Sebelumnya telah ada Klinik Cahaya Sehat beroperasi terlebih dahulu.

Sebelumnya, minimarket IDSA jadi andalan belanja kebutuhan rumah tangga, setelah minimarket biru dan merah hadir di pertokoan Citra Mas Estate, IDSA perlahan sepi dan tak kuasa melawan takdir mesti gulung layar. Dialihfungsikan jadi klinik IDSA, banyak juga warga BKP yang menjalani rawat inap di sana.

Sebelumnya, memang dah ada rencana minimarket merah buka gerai di seberang IDSA, tapi sayangnya, izin operasinya tidak keluar karena lobi kuat pemilik IDSA dengan pihak terkait --Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)-- di Pemkot Bandar Lampung. Hebat kali, ya, lobi-lobinya.

Lobi, kolusi, mati. Begitulah. Founder IDSA bisa aja melobi, lihai kolusi, kuat berjaya, tapi akhirnya mati juga. Bertahun-tahun bangunan bakal minimarket merah itu mangkrak izin operasinya tidak keluar. Di halaman bakal tempat parkirnya, dijadikan tempat usaha orang berjualan pecel lele dan es dugan.

Pada akhirnya, bangunan ruko yang bakal tempat minimarket merah itu disekat-sekat jadi tiga ruang pertokoan, disewakan. Satu apotek, satu toko alat listrik, dan satu lagi laundry kilat. Minimarket biru yang kemarin grand opening ada di sebelah, sebagai pengganti bakal minimarket merah yang gagal itu. 

Pada akhirnya, saya ke Grapari Antasari melaporkan langsung gangguan internet rumah, setelah lapor via WA dijawab si “mbak Veronika” dan coba menelepon disuruh tekan 1, 3 atau 5 untuk meninggalkan pesan. Alangkah ribet urusan yang semestinya bisa simpel.

Penggunaan artificial intellegencia (AI) yang ‘memang cukup cerdas’ sebagai pengganti operator penerima telepon, begitu diimani. Menurut mereka itu efisien, tidak perlu menggaji karyawan. Tapi, sebenarnya ada hak klien yang seyogianya diperhatikan, terabaikan.

Dengan lapor langsung, persoalan bisa diselesaikan secara face to face (tatap muka) ketika berhadapan dengan mbak Bella. Jauh kali beda dengan “mbak Veronika” yang sebenarnya robot belaka. Kata Bella, “Nanti ada teknisi yang datang ke rumah Bapak.”

Oke, sore hari memang ada teknisi yang datang dan memberitahu bahwa pusat kendala ada di jalan jalur dua depan Bunda Laundry. Akhirnya jaringan internet warga sekitar kembali pulih, bisa nonton YouTube lagi. Bisa ngidupin laptop lagi, dan bisa apa lagi, ya…



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...