![]() |
Pembacaan "Deklarasi Kembali Hari Puisi Nasional" |
Kemarin setelah wara-wiri pulang-balik hotel--TIM, woalah setelah dijelaskan mbak Astin, ternyata acara launching buku Antologi Puisi "Si Binatang Jalang" akan dilaksanakan nanti pada pukul 14. Mbak Astin (lupa nama lengkapnya) adalah pengasuh komunitas teater, berkegiatan di Taman Ismail Marzuki.
![]() |
Menerima secara simbolis buku "Si Binatang Jalang" |
Mbak Astin mengaku, dahulu anak didik Cony Sema (jurnalis RCTI cum teaterwan) almarhum. Juga kenal dengan punggawa Teater Satu Iswadi Pratama. Tak ayal, ingatan saya seketika melayang, berteman di facebook dengan Cony Sema. Sering baca status fb dan tulisannya yang bernas di laman blog pribadinya.
![]() |
Penyair senior Taufik Ismail membaca puisi |
Ya, sudah. Setelah beli kopi varian Kopi Kenangan Mantan di Kopi Kenangan, kami balik ke hotel, leyeh-leyeh, kebetulan hanya berjarak 70-an meter dari TIM, sengaja cari hotel yang dekat agar cukup melaku sikil, daripada ngegrab ato gocar yang mesti mutar-mutar karena jalan Cikini satu arah alias verboden.
![]() |
Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri membaca puisi |
Mendekati pukul 14 saya sendirian kembali ke TIM, lenggang kangkung gak bawa tas. Ketemu Uni Devi Matahari langsung, saya tanya perihal launching buku, "Nanti malam pukul 7, Bapak dari mana, ada puisinya di buku, ya?" "Dari Lampung," jawab saya sambil memperkenalkan nama. "Ini, mbak ini dari Surakarta."
![]() |
Syafrizal ZA membaca puisi |
Uni Devi menunjuk seorang wanita di situ. Saya lempar senyum padanya. Di loby Teater Kecil akan digelar berbagai kegiatan seni sebagai rangkaian perayaan HPN 2025. HPN (Hari Puisi Nasional) bukan Hari Pers Nasional. Senada tapi tak seirama, apalah arti sebuah singkatan. Keduanya literasi semua.
![]() |
Anto Baret membaca puisi |
Banyak wartawan juga sastrawan, banyak lulusan sastra bekerja sebagai jurnalis. Begitulah dunia kerja. Setelah pasti acara nanti pukul 19 malam, lagi-lagi saya balik ke hotel. Nah, baru sehabis magrib saya dan istri ke Teater Kecil, udara semriwing menyergap. Sesi launching buku sengaja ditaruh di akhir acara.
![]() |
Mengabadikan diri senyampang ada Pak Taufik Ismail di belakang |
Itu agar undangan yang mayoritas sastrawan dan budayawan bertahan, gak ngacir setelah dapat buku. Setelah sambutan-sambutan, pembacaan puisi oleh kalangan pelajar yang juara lomba baca puisi, pentas musikalisasi puisi siswa beberapa sekolah, kemudian pembacaan "Deklarasi Kembali Hari Puisi Nasional."
![]() |
Musikalisasi puisi Chairil Anwar |
Deklarasi dibacakan Fikar W. Eda didampingi Uni Devi Matahari, Mustafa Ismail, dan Remmy Novaris DM. Mereka berempat adalah punggawa Komunitas Hari Puisi Nasional (Harsinas) yang menginisiasi perayaan HPN 2025 dengan rangkaian acara lomba menulis puisi bertema "Chairil Anwar si Binatang Jalang."
![]() |
"Prasasti sejarah" Hari Puisi Nasional 2025 |
Saya dan mbak dari Surakarta mendapat kehormatan dipanggil Uni Devi Matahari naik ke atas panggung, untuk menerima secara simbolis buku Antologi Puisi Binatang Jalang, turut juga dipanggil Kurnia Effendi dan Helvy Tiana Rosa. "Saya panggil siapa tadi yang dari Lampung, ada di sini... jauh-jauh dari Lampung."
![]() |
Pernah di sini "Teater Kecil" Taman Ismail Marzuki |
Terharu. Sebuah kehormatan bagi saya. Dan juga bagi Lampung yang oleh Nirwan Dewanto dijuluki "negeri para penyair." Memang banyak sih penyair berbakat di sini. Tapi, geliat kepenyairan mereka silent barangkali karena berbagai faktor. Keterbatasan media publikasi dan kesusah-sungguhan menjual buku sastra.
![]() |
"Pemadam kelaparan" menghangatkan badan setelah diguyur udara berpendingin |
Di acara puncak perayaan HPN 2025 tadi malam hadir pula penyair senior Taufik Ismail dan Sutardji Calzoum Bachri serta banyak lainnya. Qodarullah, kebetulan nih ike dipertemukan kembali dengan Yon Bayu Wahyono konco lawas mantan redpel LE-Plus. Kini ia pemimpin redaksi pojoktim.com. Setelah 15 tahun terpisahkan.
Semua foto dokumen pribadi
Komentar
Posting Komentar