Langsung ke konten utama

Ado-ado Bae

"Selamat sore kak" dari mana lo panggil kak itu

“Ado-ado bae” kata orang Palembang, artinya ada-ada saja. Kemarin sekira pukul 15:12 masuk pesan WhatsApp dari nomor +234 903 651 4710. Saya kemudian mencari tahu kode +234 itu dari negara mana? Setelah googling ternyata itu kode telepon negara Nigeria.

Ini kejadian kali kedua. Yang pertama 19 Maret [13:30] dari nomor +94 71 932 8095 (Sri Lanka). Sangka mereka akan saya respon, ya, nggak lah. Ada telepon masuk saja kalau tidak ada di daftar kontak ponsel tak akan saya angkat. Jika memang urgen silakan kirim WhatsApp.

Apa artinya ada chat-chat dari nomor tidak dikenal apalagi dari luar wilayah negara Indonesia seperti itu? Itulah bukti otentik bahwa kebocoran data pribadi warga negara Indonesia bukan hanya dugaan, melainkan memang nyata ada dan terjadi begitu masif.

"Hello!" katanya. Lo siapa "hello-hello" kata kita.

Entah di mana titik mula terjadi kebocoran data pribadi WNI itu. Catatan nomor telepon sewaktu mengisi pulsa atau beli kuota data di konter, apakah dari situ? Bisa iya bisa tidak. Namun, kebocoran data di Kemenkominfo yang heboh, itu semestinya tidak terjadi.

Ya, mestinya tidak terjadi, tapi konon katanya server yang ditaruh di Negara ‘antah berantah’ bukan di dalam negara sendiri, tentu saja peluang terjadinya kebocoran data sangat besar potensinya. Bahkan NIK seorang Jokowi saja menyebar di media sosial, cemmana itu.

Itu kan ado-ado bae namanya. NIK seorang Jokowi saja bocor apalagi orang pinggiran cem kita-kita ini. Yang parah kebocoran itu ada unsur kesengajaan lewat penjualan data oleh oknum orang yang tidak bertanggung jawab. Ya, namanya juga oknum. Cari keuntungan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...