Langsung ke konten utama

“Mudik ke Kampung Akhirat”

Urip mung mampir ngombe. Seperti yang mengapung dari yang saya tulis kemarin, bahwa ‘pemudik sesungguhnya’ adalah orang yang pulang ke “kampung akhirat.” Nah, tadi malam tersiar dari TOA masjid, Efendi, tetangga di gang belakang yang tiga bulan lalu (tepatnya 102 hari) ditinggal istrinya, akhirnya ia pun menyusul pulang ke Haribaan-Nya.

Si Bapak ini, sebelum istrinya meninggal, ternyata memang sudang menderita sakit. Apa nama penyakitnya saya tidak tahu persis. Tapi, dari omon-omon dengan Pak RT, hatinya mengalami pembengkakan. “Liver,” kata saya. “Bukan. Liver kan semacam ada infeksi di hati. Itu lebih dari sekadar infeksi, sudah tergolong kanker hati,” kata Pak RT. Saya terdiam.

“Menurut dokter, paling bertahan enam bulan. Kalaupun dioperasi percumah,” lanjut Pak RT. Hati saya berdenyut mendengar keterangan Pak RT tersebut. Pikiran saya membayang, akankah waktu enam bulan itu menjadi jarak kepulangannya dengan istri tidak begitu panjang rentangnya. Kekecualian dari mantan Pak RT kami yang lama dahulu.

Pak RT lama kami menyusul berpulang setelah satu tahun ditinggal istrinya. Pernah saya tulis di blog ini. Perihal menahan kesendirian, perihal menjanda atau menduda, antara laki-laki dan perempuan njomplang tingkat daya tahannya. Menjanda lebih kuat daripada menduda. Begitu inintinya. Maka, Pak RT lama kami sakit-sakitan ditinggal istri.

Menahan kesendirian tanpa ada orang yang biasa memperhatikan, menyayangi, dan meladeni setiap detik, menimbulkan tekanan psikologis yang tak kuat ia tanggung. Sakit-sakitan, bolak balik masuk keluar rumah sakit dan akhirnya berpulang menyusul istrinya. Akan halnya yang meninggal tadi malam, memang ada penyakit sebelum istrinya wafat.

Berpulang setelah puasa berlalu terjadi pada imam masjid kami beberapa tahun silam. Hanya dua pekan setelah Idulfitri. Jumat pertama setelah Idulfitri beliau masih salat jumatan, giliran Jumat kedua sudah tak terlihat dan esok harinya berpulang. Yang berpulang di bulan Ramadan ini juga banyak, seperti disinggung takmir Masjid Al-Anshor.

Saat salat jumatan terakhir bulan Ramadan, Ketua Takmir Masjid Al-Anshor, Sofwan, sempat tersendat sampaikan pengumuman, menyinggung saudaranya yang berpulang di hari Jumat itu. “Ini ada saudara kita, bagus sekali, meninggal di hari Jumat di bulan Ramadan. Hari yang baik di bulan baik pula. Mudah-mudahan husnul khatimah,” katanya.

Begitulah, malam takbir kemarin, menurut hitungan tetangga, adalah 100 hari istrinya berpulang. Tadi malam ia menyusul, maka benar belaka rentang jarak kepulangan kedua suami istri itu begitu pendek, hanya 102 hari. Benar-benar pendek, ibarat kata makam sang istri masih basah, ia menyusul dimakamkan. Kebetulan makam mereka bisa didekatkan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...