Sedikit Merepotkan
![]() |
foto undangan tyas&walid, olah kreatif by photoshop |
Jadi juga kondangan di hari kerja, Rabu (25/1/2023). Kenapa harus di hari kerja dan tidak di akhir pekan, misalnya hari Sabtu atau Minggu? Ya, nggak kenapa-kenapa juga, ngapain repot memikirkan apalagi memperdebatkannya. Selow ajalah, Bro…
Tetapi, hajatan di hari kerja itu sedikit merepotkan. Setelah pulang kerja baru bisa kondangan. Jika cuaca bagus tentu tiada kendala, namun bila tetiba hujan sungguh merepotkan lagi. Makanya hajatan di hari kerja itu tidak umum. Berarti khusus dong, he he
Dulu sih pernah kondangan di tempat orang yang hajatan di hari kerja. Tepatnya berapa kali sih tidak tahu persis. Namun, sepanjang ingatan pernah mengalami. Yang punya hajat tentu saja orang Jawa yang masih menjunjung tinggi budaya leluhur.
Secara historis, budaya leluhur yang sakral senantiasa akan dijunjung tinggi-tinggi. Meskipun dari segi waktu pelaksanaannya tidak lumrah, dalam arti hari dan tanggalnya jatuh di hari kerja bukan weekend sebagaimana kebiasaan umumnya.
Ya, mau bagaimana lagi jika penentuan hari dan tanggal itu disesuaikan dengan perhitungan menurut weton pasangan calon pengantin pria dan wanita. Misal, jika mengabaikan weton, hajatan bisa kapan saja asal cocok timing-nya kan tidak mengapa juga.
Benar, cocok timing ini yang dilakukan secara umum. Cocokologi waktu, misalnya bersamaan dengan hari libur sekolah atau pas weekend. Atau waktu yang disepakati bersama keluarga besar kedua belah pihak yang menyatu lewat ”tirai perkawinan.”
Kesepakatan bersama ini jelas penting bagi yang memiliki keluarga yang berjauhan tempat bermukim. Dengan jarak waktu tempuh berkendara harus diperhitungkan. Misalkan bila memilih menggunakan pesawat udara membutuhkan banyak uang.
Bila menggunakan kereta api atau bus butuh transit, bila kendaraan pribadi sopirnya butuh stamina yang prima. Melalui kesepakatan yang tepat itu kepentingan bersama bisa terakomodasi. Dalam kata lain tercapainya win-win solution.
Bisa juga yang terjadi adalah kesepakatan atas dasar keterpaksaan. Sepakat untuk tidak sepakat. Hanya karena harus manut ketepatan weton, lalu pelaksanaan hajatan jatuhnya di hari kerja. Mau tidak mau kedua belah pihak kudu sepakat.
Beruntungnya ini hajatan dihelat di rumah kediaman pengantin wanita, sehingga ada keleluasaan waktu. Jika dilaksanakan di gedung yang waktunya dibatasi hanya sampai pukul 14, akan lebih merepotkan lagi bila ngantor dulu baru kondangan. Keburu bubar.
Di rumah kediaman bahkan sampai malam pun tamu masih berdatangan. Hanya saja sifatnya buat mengabulkan undangan sahibul hajat, sampaikan doa dan ucapan selamat buat pengantin berdua dan buat menghindari sakwasangka.
Bila diundang kemudian tidak hadir tanpa alasan, akan menimbulkan berbagai sangkaan. Jangan sampai sahibul hajat menyangka orang yang diundang ada unsur kesengajaan tidak mau datang. Kesan negatif ini ada baiknya dihindarkan.
Berangkat kondangan setelah istri pulang mengajar pukul 15.00, masih dengan seragam kerja. Di bawah rintik gerimis yang Alhamdulillah tidak sampai menderas setelah saya jinakkan dengan doa. Kondisi TKP sudah sepi. Tinggal kursi-kursi kosong.
Masih ada undangan yang datang setelah kami, mungkin dengan alasan sama; ngantor dahulu. Biduan melantunkan lagu berirama padang pasir menemani kami menyantap menu prasmanan. Aduh, Nona, lagumu berbahasa Arab itu, tak ngerti aku.
Makanan di piring tandas dikudap, biduan dan musik pengiring menghentikan aktivitasnya, tak lama sayup-sayup azan Asar menelusup telinga. Pertanda waktu untuk pamit, bersalaman dengan pengantin, orang tua keduanya, dan sedikit obrolan basa-basi.
Karena jelang senja usai gerimis, cuaca sejuk menyegarkan. Jika bersepeda motor di bawah terik matahari tentu tangan akan gosong. Saya paling ogah belang tangan tersengat matahari. Jadi, jaket dan sarung tangan adalah seragam lengkap saya.
Komentar
Posting Komentar