Akhlaqul Karimah
![]() |
ilustrasi gambar: siluet foto Masjid Agung Darul Falah Pacitan (kreasi by. @zabidiyakub) |
Dari kali pertama bertemu dan mengenal sosok dara jelita di Jumat barokah siang hingga senja, keesokan harinya dilanjutkan mengantarkan kedua calon pasangan yang hendak menyudahi masa cuti.
Sebuah kebetulan yang disengaja, kedua belah pihak orang tua saling bertemu tatkala mengantar kedua calon pasangan yang akan berangkat bareng ke Jakarta naik DAMRI dari stasiun Tanjungkarang.
Kebetulan yang disengaja. Oh, iya banget. Karena kedua orang tua masing-masing sengaja mengantar. Sehingga mau tidak-mau, kedua belah pihak orang tua otomatis saling bertemu secara kebetulan.
Dari pertemuan kali pertama di Jumat barokah siang hingga senja, terekam gambaran attitude yang merupakan buah character building yang fondasinya dipancangkan oleh kedua orang tuanya.
Soheh, manakala dari berbincang sersan—serius dan santai—dengan kedua orang tuanya, terpeta gambaran bahwa ini anak memang dirancang dari sejak pendidikan dasar di sekolah Yayasan Islam.
Character building itu dibentuk oleh lingkungan. Yang pertama, lingkungan keluarga di rumah. Kedua, lingkungan pendidikan formal di sekolah. Ketiga, lingkungan pendidikan nonformal dalam pergaulan.
”Janganlah bertanya siapa dia, tetapi tanyakan siapa temannya karena setiap orang akan meniru temannya.” Ini syair yang menyerupai As Sunnah karya penyair Ady bin Zaid Al Abadiy.
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kecenderungan untuk berteman. Orang tua pada umumnya akan memberi rambu-rambu kepada anak-anaknya di dalam mencari dan memilih teman.
Islam menganjurkan untuk membina pertemanan dengan baik. Pertemanan yang dijelaskan dalam Al-Quran Surah Al-Asr [103] : 3 yaitu saling menasihati untuk menetapi kebenaran dan kesabaran.
Ali Zaenal Abidin menasihati putranya agar berhati-hati terhadap lima kelompok. Jangan berteman dan jangan berbicara kepada mereka, serta jangan menjadikannya teman dalam perjalanan.
Kelima kelompok dimaksud adalah; (satu) orang yang berkata dusta, (dua) orang yang fasik, (tiga) orang yang kikir, (empat) orang yang dungu, (lima) orang yang tidak memperhatikan kerabatnya.
Ali Zaenal Abidin adalah cicit Rasulullah Saw. Ia putra Husain dan Shahrbanu Syah Zinan atau cucu Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra. Ia dijuluki As-Sajjaad karena kebiasaan sujud yang lama.
Mengarahkan putra ke pendidikan Yayasan Islam adalah tindakan tepat, lebih-lebih bagi seorang putri yang perlu dibekali pendidikan agama yang kuat agar karakter salihah terpatri kuat di kepribadiannya.
Orang tua yang meletakkan landasan fondasi agama sebagai prioritas dalam membentuk character building sang anak, niscaya akan mendapati anak yang salih/salihah berakhlaqul karimah.
Dan dari perbincangan ”sersan” antara ayah dengan papa dan ibu dengan mama itu terungkap sekilas bahwa attitude dan akhlaqul karimah itu bersumber dari keluarga yang berkepribadian kuat.
Apalah guna lagi memikirkan bibit, bebet, bobot kalau kepribadian kuat yang menonjol dari attitude yang humble dan tutur kata yang santun cerminan akhlaqul karimah ada pada diri seseorang.
Bukan berarti tidak penting. Uppss… masih sangat penting untuk jadi bahan pertimbangan agar tidak tersaruk-saruk dalam lembah penyesalan seumur hidup menjalani kehidupan berumah tangga.
Faktanya, saat saling menyelami asal muasal diri, terungkap rasa lega papahnya manakala mengetahui ras, etnis, dan suku yang bukanlah produk lokal yang wadidaw. Ada kesamaan, kami pun tak mau lah yaw.
Komentar
Posting Komentar