Perbalahan di WAG

Ilustrasi WhatsApp

Ini saripati dari perasan perbalahan kawan-kawan di WAG. Satu kawan mencurahkan kekesalannya terhadap juru parkir di ATM. Bla bla bla… gerutunya tumpah di WAG. Tang-ting tang-ting komen kawan lain memenuhi layar hapePening palak barby.

Dari komen kawan yang sambung menyambung, balas berbalas, isinya kekesalan melulu. Terhadap apa? Tak lain juru parkir liar. Coba perhatikan, setiap berdiri ruko baru, niscaya diikuti munculnya juru parkir. Sebuah fenomena simbiosis mutualisme.

Dari perbalahan di WAG, yang isinya ketidaksukaan terhadap keberadaan juru parkir liar itu, terhimpunn beberapa area yang selalu ada ”makhluk paling menyebalkan” yang bikin kesal karena keberadaan mereka dirasa tidak penting amat. Apa saja?

Ruko dan ATM

Orang yang datang ke ATM itu, tabungan tabungan dia, duit duit dia, ATM juga ATM dia. Sesudah menarik duit kenapa harus bayar parkir. Orang yang jaga parkir itu apa perasaannya. Bahkan sekadar cek saldo pun bayar parkir. Logikanya begimane?

Begitulah yang saya tangkap dari obrolan setengah gerutuan kawan di WAG yang sebal banget terhadap makhluk Tuhan yang memantas-mantaskan diri sebagai pekerja yang ”pergi pagi pulang petang.” Yang ternyata pekerjaannya jaga parkir ATM.

Jargon ”pergi pagi pulang petang” rasanya tidak keliru disematkan kepada mereka. Bak pegawai kantoran. Faktanya, mereka berangkat pagi-pagi dan baru pulang petang hari. Tak jarang berlaku juga shift-shift-an. Satu pulang, digantikan yang lain.

Gerai Fotokopi

Satu lagi gerutuan yang bikin mikir. Saat kawan pergi ke tempat fotokopi hanya untuk memfotokopi e-KTP. Berapa sih biaya fotokopi selembar e-KTP? Biasanya cuma Rp.500,00. Tetapi, uang parkir yang harus dibayarnya sebesar Rp.2.000,00. Kesal kan?!

Mikir nggak? Coba pikir! Ya, jelas mikirlah. Mosok gedean biaya parkir ketimbang fotokopi. Masuk akal pora? Ya, jelas orak tho! Ketidakseimbangan antara biaya fotokopi dengan biaya parkir ini tentu saja menimbulkan ketidaksukaan siapa pun.

Lain hal kalau butuh waktu lama di lapak rental PC dan fotokopi. Misalnya, include dengan revisi paper atau skripsi dan dilanjutkan print out. Keamanan kendaraan harus terjamin kan? Tentu dong. Artinya, ada yang jaga parkir di halaman penting. Iya banget.

Gedung Serbaguna

Membangun gedung serbaguna (GSG) tempat berbagai acara, misal pesta pernikahan, jamaknya beserta tempat parkir kendaraan tetamu. Umpama membuat basement di bawah gedung, area parkir di halaman depan, belakang, dan sekitarnya.

Suatu weekend kami berdua istri kondangan di salah satu GSG di kota kami. Kendaraan tetamu ada yang parkir di basement, halaman depan, belakang, dan samping. Area parkir yang luas, itu salah satu yang dipertimbangkan orang memilih gedung.

Kami parkir di area sepeda motor. Setelah urusan kondangan selesai, kami beranjak pulang. Di parkiran ternyata ada juru parkir yang menjaga komplit dengan pluitnya. Oh, berarti kudu bayar dengan jukir ini. Siapa mereka? Orang yang jaga gedungkah?

Gang Ada ”Polisi Tidur”

Barangkali hal ini juga berawal dari kekesalan. Warga yang kesal ulah pemotor yang ngebut saat lewat, padahal itu jalan perumahan bukan lintasan balap. Maka, dibuatlah ”polisi tidur” di jalan itu. Sialnya, tidak hanya satu, tetapi beberapa bagian.

”Polisi tidur” yang ada beberapa bagian di seruas jalan di situ, ujungnya melahirkan kekesalan baru. Orang yang lewat merasa kesal dengan banyaknya ”polisi tidur” di seruas jalan perumahan yang kategorinya tak ubahnya sebagai gang belaka.

Bermula kesal berujung kesal jadinya. Boleh dibuat ”Polisi tidur”, siapa yang melarang. Tetapi, kira-kira dong. Mending kalau cuma satu ”polisi tidur” dan mending kalau tidak terlalu tinggi. ”Polisi tidur” yang terlampau tinggi kan akhirnya mengesalkan.

Perempatan Ada Polantas Nyumput

Polisi lalulintas (polantas) yang nyumput-nyumput di balik bangunan di perempatan jalan. Apa tujuannya? Menjebak pemotor yang tidak pakai helm. Ulah polantas pengintai ini selalu mengagetkan pemotor yang tidak taat aturan lalulintas (ora helman).

Nah, untung sekarang sudah tak ada tilang manual. Jadi, pemotor yang telanjur tidak pakai helm, sedikit lebih aman dari intaian polantas nyumput dan tilang manualnya. Tetapi, jangan girang dulu. Bebas intaian polantas nyumput bukan berarti nasibmu aman.

Waspadalah terhadap intaian ETLE yang dipasang di trafick light alias perapatan bangjo. Boleh senang (sedikit) terhadap aturan non-tilang manual. Namun, harus tetap kemerungsung terhadap keberadaan alat ETLE. Matanya lebih jeli dari mata polantas nyumput.

Fenomena di Seputarnya

Katanya, tahun 2023 akan resesi global. Jangankan juru parkir ATM, sekelas mbak-mbak pramuniaga aja galau. Ya, kan. Kalau ruko sepi pengunjung, juragan minim pemasukan, bisa-bisa pramuniaga nggak gajian. Sementara biaya hidup meningkat.

Di sebuah siang yang dibakar terik, deretan ruko yang di salah satu unitnya ada bilik ATM, sama sekali tak ada kendaraan singgah apakah untuk belanja atau keperluan menarik uang di ATM itu. Benar-benar sepi. Roda ekonomi di situ tak bergerak.

Di pelataran ruko hanya terparkir kendaraan milik para pramuniaga yang diawasi CCTV dari masing-masing ruko. Tentu saja tak ketinggalan kendaraan juru parkir ATM. Di luar itu tak ada kendaraan lain. Bah, ruko di situ berstatus ”setengah mati.”

Kalau geliat ruko di situ berstatus ”setengah mati” saking sepinya, akan seperti apa masa depannya kelak. Masa depan juragan, mbak-mbak pramuniaga, juru parkir, pemasok barang yang dijual ruko di situ. Perlahan tapi pasti ”beneran mati.”

Lebih ngenas lagi nasib deretan ruko yang dikangkangi flyover. Sebelum dibangun flyover begitu hidup, pembeli datang dan pergi silih berganti. Sejak ada flyover, satu per satu ruko ditinggalkan penyewa. Untung mereka sekadar menyewa.

Sedih bagi yang ruko milik sendiri, hendak dijual nggak ada peminat. Siapa yang mau beli ruko di daerah ”mati” dikangkangi flyover. Flyover mempermudah akses orang ke tempat tertentu, jadi tak berminat lagi ngampirin ruko di bawahnya.

Gambaran terbalik dari deretan ruko di kawasan lain yang begitu hidup. Di sana ada dua bank, ada empat toko roti dari jenama populer, ada gerai Geprek Bensu, ada kedai kopi Janji Jiwa. Sisanya toko berbagai produk kebutuhan masyarakat.

Di sepanjang deretan ruko itu, juru parkir liar begitu banyak. Mereka berbagi lahan, setiap dua ruko dijaga satu juru parkir. Kalau ada enampuluh unit ruko di sepanjang kawasan itu, berarti ada tigapuluh juru parkir beroperasi. Yak opo ngono kuwi.

Sepanjang hari, pengunjung yang datang dengan keperluan masing-masing, hitungan ratusan orang dan masing-masing bayar pakir Rp.2.000,00, bisa Anda hitung sendiri berapa penghasilan juru parkir liar di situ. Hanya modal rompi orange.

Fenomena di seputar keberadaan ruko dan juru parkir liar ini yang tadi malam jadi bahan perbalahan kawan-kawan di WAG. Biasa, kalau malam minggu pada gabut semua. Solusi keluar dari kegabutan, ngobrolin perkara receh yang entah-entah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan