Pertanda Apa Ini
![]() |
Ilustrasi gambar milik CHIS/Jawa Pos |
Selain menemukan yang seru-seru, di twitter ada potensi menemukan yang aneh-aneh. Selaksa fenomena berseliweran menusuk mata.
Beragam cerita kehidupan duniasiana. Dunia pendidikan, dunia kerja, dunia pertemanan, dunia percintaan, dunia perkawinan, dan dunia lainnya.
Dunia pendidikan, fresh graduate berbulan-bulan sejak wisuda belum juga dapat kerja. Nganggur kronis dan akut. Insecure, tak berani ke mana-mana.
Lulus dan wisuda hanya sekadar mengentaskan dari ujian di bangku kuliah. Rupanya dalam kehidupan di luar kampus banyak ujian yang mesti ditempuh.
Apa pun bentuk ujian yang mesti ditempuh, itu harus lulus agar bisa menjalani kehidupan yang tentu lebih banyak tantangannya. Itulah kehidupan yang nyata.
Lulus kuliah bukanlah jaminan untuk serta merta mendapat pekerjaan. Lulus ujian mata kuliah karena memang hasil kerja keras belajar dan sesuai usaha.
Banyak orang sulit memahami rencana Tuhan. Belum mendapat pekerjaan barangkali memang itu salah satu cara Tuhan untuk menguji kesabaranmu.
Hanya orang yang mampu memperlihatkan kesabaran yang indah kepada Tuhannya, yang akan melihat sesuatu yang menggembirakan dirinya.
Jika dipandang dengan kacamata buram, sepertinya dunia memang terlihat kejam, tetapi masa depan selalu menawarkan pilihan dan perubahan.
Yang sudah bekerja pun seperti kembali menempuh ujian tatkala dirumahkan majikan karena perusahaan tempat bekerja kolaps terimbas Covid-19.
Bagaimana tidak kolaps, dibekap program pembatasan kegiatan masyarakat, praktis roda usaha jadi mandeg dan perputaran cashflow macet.
Nganggur sejak usai wisuda ataupun lantaran PHK tak berbeda rasa deritanya. Hanya saja, bagi yang di-PHK, ditempa pengalaman sehingga memiliki skill.
Nganggur usai wisuda bagi yang punya pacar, alamat akan putus cinta. Demikian juga yang kena PHK, alamat hubungan ke jenjang berikutnya kandas.
Pandemi bukan hanya merusuhi kegiatan usaha para bos sehingga karyawannya di-PHK, melainkan juga para lajang yang kebelet menikahi pacar.
Rencana menikah yang sudah matang, baik konsep maupun anggaran, terpaksa ditunda bahkan batal. PPKM membuat semua urusan ambyar.
Niat menikah muda dengan sendirinya ora kelakon. Umur seperti pelari yang melayu sak kenceng-kencenge, bertambah tua karena pandemi.
Dunia percintaan tidaklah seindah drama Korea atau serial ”Cinta Fitri” yang jalan ceritanya mulus-mulus saja hingga mencapai delapan season.
Pandemi Covid-19 menjadi batu uji bagi mereka yang terhambat atau terlambat menikah. Masuk dunia perkawinan harus melalui labirin panjang.
Tetapi, begitu ada pelonggaran, satu dua rencana bisa terlaksana. Meski hanya sekadar ijab sah yang begitu sederhana dan tamu yang minimalis.
Satu dua rencana menikah muda bisa diwujudkan. Dari twitter juga nih datanya. Anak-anak Gen Z kelahiran 2001an sudah pada punya anak.
Jauh meninggalkan anak-anak milenial yang betah menjomlo dengan alasan sedang meniti karier agar mapan, mandiri secara mental dan finansial.
Kelahiran 2001an sudah punya anak, sementara yang kelahiran 1996, 1997, 1998, 1999, 2000 masih sibuk ke sana kemari haha hihi bareng bestie.
Apakah itu termasuk sebuah pencapaian yang luar biasa? Jawabnya niscaya bias. Tidak ada pendapat yang mutlak benar dalam memahami sesuatu.
Siapa yang tidak kepikiran nikah. Mikir pasti iya, cuma belum pingin. Yang jadi masalah kenapa belum pingin, tentu banyak faktor jadi sebabnya.
Ketika dituding tanya, ”kapan nikah?” Lalu ada yang menghibur diri, ”pernikahan bukan ajang lomba cepat-cepatan, melainkan lama-lamaan.”
Akan tetapi, ada juga yang membatalkan pernikahan karena tersinggung. Calon istri marah-marah karena uang seserahan dari calon suami kurang 700 ribu.
Adalah Anjas, pria Palembang gagalkan pernikahannya dengan DN, wanita Baturaja. Setelah cekcok perkara kekurangan uang 700 ribu rupiah.
Menariknya, Anjas bukanlah satu-satunya pria yang batal menikahi DN. Bahkan DN sudah empat kali batal menikah. Ah, apanya yang menarik?
Ya, menarik karena ternyata sudah ada empat pria sebelumnya yang jadi korban. Nah, kira-kira apa motifnya? Mungkinkah hanya cari uang?
Ketika Anjas meminta kembali uang 35 juta yang sudah diserahkan, tak bisa mereka penuhi karena sudah dibelikan sepeda motor seharga 30 juta.
Cerita lain lagi, keputusan membatalkan pernikahan diambil AS (23), pria di Probolinggo, Jatim, karena calon mertuanya menghina ibu kandungnya.
Mengapa orang mudah emosi oleh perkara sepele. Kekurangan uang yang tidak seberapa kan mestinya bukan penghalang berlangsungnya pernikahan.
Mengapa orang mudah melepeh hinaan. Bukankah hati mudah terluka karena bukan terbuat dari batu pualam, melainkan hanyalah berupa kelenjar.
Organ vital yang berbentuk seperti ’love’ atau ’daun ivy’ itu selalu dikait-kaitkan dengan perasaan. Perasaan cinta, tersinggung, terluka, dan terhina.
Masih dari twitter juga, ratusan remaja di Ponorogo menikah dini. Selama 2022 ada 191 permohonan anak menikah dini masuk ke pengadilan agama.
Dari 191 permohonan dispensasi menikah usia muda itu, anak-anak rentang usia 15—19 tahun ada 184 perkara dan di bawah 15 tahun ada 7 perkara.
Sebanyak 125 perkara dikabulkan karena alasan hamil dan melahirkan. Sisanya karena anak lebih memilih menikah karena sudah berpacaran.
Menilik rentang usia di bawah 15 tahun dan 15—19 tahun, berarti praktis anak-anak itu berstatus putus sekolah. Menghadapi ketidakjelasan masa depan.
Menikah di rentang usia di atas, rentan menghadapi berbagai masalah, menyangkut fisik dan psikis. Juga berbagai risiko saat kehamilan dan melahirkan.
Menikah atau dinikahkan karena alasan hamil, boleh jadi memecahkan satu masalah. Namun, bukan mustahil di kemudian hari timbul masalah lain.
Masalah lain yang mungkin timbul akibat putus sekolah, misalnya kesulitan finansial akibat jobless, mental disorder, anxiety disorder, mental illness.
Pola pikir yang belum dewasa berpotensi memicu salah paham yang menyulut pertengkaran. Bukan rukun agawe santosa, melainkan crah agawe bubrah.
Yang lebih parah bila tidak sekadar pertengkaran mulut saja, tetapi dibumbui tindak kekerasan fisik. Bermula KDRT berujung terjadi perceraian.
Keluarga muda yang sekilas akan langgeng dan bahagia, ternyata ambyar. Usia menikah terlampau muda, emosi terlampau labil, mental kerdil.
Sedapat mungkin harus ada upaya pencegahan pernikahan dini. Pendidikan seks tidak bisa lagi dianggap sesuatu yang tabu. Ajarkan secara benar.
Pertanda apa ini semua? Ah, sudahlah, abaikan pertanyaan yang tak begitu penting. Yang penting sehatlah selalu karena pandemi dianggap selesai.
Komentar
Posting Komentar