Langsung ke konten utama

Nama yang Mengecoh

 

Kampus President University di Jababeka Cikarang (foto: SWA)

Post blog kemarin tentang job fair “Bekasi Pasti Kerja Expo” ditaja Disnaker Kabupaten Bekasi yang berpusat di President University Convention Center yang berakhir ricuh karena terlampau membeludaknya pengunjung dan petugas keamanan kurang antisipatif.

Yuk, omon-omon tentang President University, kampus perguruan tinggi swasta ini terletak di kawasan industri Jababeka Cikarang, Jawa Barat. Terbentuknya President University tidak bisa lepas dari beroperasinya Sekolah Tinggi Teknik Cikarang pada tahun 2001.

Pendirinya adalah Setyono Djuandi Darmono dan Donald Watts. Nama pertama sepertinya (ada bau-bau) Tionghoa karena sudah jamak lho terdengar namanya beraroma Jawa, jebul nggak tahunya Cina. Contoh nyata, manajer pabrik tempat kami bekerja di Tangerang.

Konon, sewaktu wawancara di kantor pusat perusahaan (disebut office) di kawasan Grogol, pewawancara menyuruh menemui manajer pabrik, Bapak Hendro Wijoyo. “Wah, batin saya, orang Jawa ini, tentu enak nego gaji.” Tawar menawar, sebuah keniscayaan.  

Eh… setelah mengunjungi pabrik di kawasan desa Pasir Gadung, kecamatan Pasar Kemis dan ketemu menghadap yang bersangkutan, nggak tahunya Cina. Bah, kecele dong. Nah, nama yang kedua, Donald Watts, ketara sekali berbau-bau Eropa alias WNA.

Kenapa kampus President University berlokasi di kawasan industri Jababeka Cikarang? Bisa jadi karena ada kaitan dengan nama si pendiri yang berbau-bau Cina dan Eropa yang maybe sekaligus memiliki perusahaan di kawasan industri Jababeka tersebut.

Ada 2.000 perusahaan industri besar dari 30 negara (USA, Germany, UK, the Netherlands, France, Korea, Japan, China, Taiwan, Malaysia, Singapore, Australia). Inilah kawasan industri terbesar di Indonesia. Kendati begitu, UMR terbesar adalah milik Bekasi.

Nah, masuk akal bila digunakan ilmu gotak-gatuk mengaitkan nama pendiri President University dengan kepemilikan usaha di kawasan industri Jababeka Cikarang. Uniknya, kuliah di situ mesti melewati 9 semester, bukan 8 semester seperti umumnya.

Kenapa begitu? Karena perguruan tinggi ini menerapkan kurikulum internasional dengan konsep kampus merdeka, pada tahun pertama mahasiswa tinggal di student dormitory serta bahasa inggris adalah bahasa pengantar kuliah lingkungan internasional.

Anak sulung kami Abi Ghifar Rapanza dulu lulus tes dan diterima di universitas ini. Di Telkom University (saat itu masih STT Telkom) juga diterima bahkan sudah transfer uang pangkal demi mengamankan kuota alias jaga-jaga bila tidak lolos tes di SNMPTN.

Berani berkorban begitu karena batas akhir (DL) pembayaran sebelum hasil tes SNMPTN diumumkan. Pada akhirnya ia memilih kuliah di UNS Solo kendati kudu lewat jalur mandiri. Hasilnya pun memuaskan, lulus cumlaude dan dapat ilmu yang aplikatif, cepat dapat kerja.

Yah, inilah cerita tentang nama rang-orang yang mengecoh!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...