Langsung ke konten utama

Masa Hidup Barang

Ilustrasi PLC. (image source: Slidenest)

Sewaktu kuliah diajari tentang masa hidup suatu barang. Dalam bahasa manajemennya disebut product life cycle. Yaitu konsep yang menggambarkan tahapan yang dilalui suatu barang sedari sejak proses produksi di pabrik, diperkenalkan kepada calon konsumen di pasar hingga ditarik mundur dari pasar.

Di Singapura masalah life cycle suatu barang sangat diperhatikan. Jika masa pakai suatu produk sudah sampai pada “ajal” untuk tidak boleh dipakai lagi, barang itu akan dibuang ke tempat sampah. Di Singapura jamak sekali ditemui mobil teronggok di pinggir jalan.

Itu bukan mobil mogok ditinggal pemiliknya, melainkan mobil yang sudah habis masa pakai karena itu dibuang dengan menaruhnya di pinggir jalan. Barang elektronik seperti televisi digeletakkan di depan rumah. Apakah barang itu diambil oleh pemulung? Sepertinya tidak.

Rasanya mustahil, ya, negara Singapura yang makmur gemah ripah lohjinawi begitu kok ada pemulung. Barang itu akan diangkut mobil sampah ke tempat pembuangan akhir. Atau dibawa ke tempat mendaur ulang barang bekas menjadi barang yang bisa dipakai ulang.

Pagi-pagi tetangga curhat, akhir-akhir ini nasi di magic com cepat kering. “Sudah tidak keluar uap panas yang jadi air di penampungnya itu. Jika sudah penuh air, mesti dibuang,” katanya. Kenapa begitu? Benar belaka, pastilah masa pakai magic com itu bisa dikatakan expired.

Siklus hidup sebuah barang yang keluar dari pabrik terbagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: pengenalan (introduction), pertumbuhan (growth), kematangan (maturity), penurunan (decline). Nah, mungkin magic com tetangga itu sudah sampai tahap penurunan (decline).

Contoh barang yang begitu cepat mengalami pergantian tahapan life cycle adalah telepon genggam atau gawai. Betapa tidak, tiap pekan keluar model atau seri terbaru. Itu yang bikin telepon kita kelihatan jadul di mata besti dan kentara kalau kita ati karep bondo cupet.

Terhadap telepon jadul yang ngelag melulu, ada joke buat pemiliknya yang terdengar agak sarkas tapi ada benarnya sih. Yaitu, “lembiru” alias “lempar beli baru”, sebuah akronim yang sering dipakai untuk mencandai orang yang hp-nya ngelag mulu akibat ketinggalan mode.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...