Langsung ke konten utama

Sekelas BRIN

 

Aksi demontrasi di Kantor BRIN, Jakarta, 27 Mei 2025. Tempo/Sonya Andomo

BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) merupakan gabungan dari beberapa badan riset nasional, yaitu LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), serta unit riset dari 72 Kementerian atau Lembaga lainnya.

Jadi, BRIN ini menyerap Balitbang Kementerian atau Lembaga lainnya. Pembentukan BRIN bertujuan untuk mengintegrasikan sumber daya, infrastruktur, dan anggaran riset dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas riset nasional. BRIN didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 sebagai Lembaga Nonkementerian.

Dengan kata lain, pembentukan BRIN agar terpisah dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan menjadikan BRIN sebagai lembaga pemerintah nonkementerian. Dengan demikian, BRIN menjadi lembaga yang berdiri sendiri sebagai badan otonom, tapi di bawah pengendalian dan/atau bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.

Akan tetapi, setelah berjalan sekian tahun, bukannya meningkatkan efisiensi dan efektivitas riset nasional, justru timbul riak-riak konflik atau gejolak tidak puas ASN (Aparatur Sipil Negara) di lingkungan BRIN terhadap kepala BRIN. Sejumlah ASN menggelar demo di kantor BRIN, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada hari Selasa (27/5/2025) lalu.

Mereka gelar demo di depan lobi Gedung BJ Habibie sampaikan lima tuntutan. Yaitu, Pertama, turunkan Kepala BRIN beserta kroninya. Kedua, batalkan penempatan sementara. Ketiga, kembalikan seluruh sivitas BRIN ke daerah asalnya. Keempat, fungsikan kembali kantor-kantor BRIN daerah. Kelima, usut tuntas dosa-dosa Kepala BRIN beserta kroni-kroninya.

Mereka gelar orasi dan membentangkan sejumlah spanduk. Afandi dalam orasinya mengatakan, “Terkait dengan kebijakan dan keputusan yang sudah dilakukan oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, ada unsur penyimpangan yang tidak sesuai dengan mekanisme pelaksanaannya.” Mereka beraksi untuk memberikan masukan kepada manajemen BRIN.

“Dengan melakukan aksi tuntutan lewat orasi, kami selaku ASN memberikan satu fungsi kontrol kami sebagai bahan masukan ke manajemen pimpinan BRIN untuk bisa melihat ini sebagai satu bentuk pelanggaran yang dibuat terhadap kami ASN BRIN," tutur Afandi di hadapan jurnalis yang meliput gelar spanduk mereka di depan lobi Gedung BJ. Habibie.

Nah, sekelas BRIN, lembaga riset milik negara saja ricuh, ya. Apalagi job fair bertajuk “Bekasi Pasti Kerja Expo” yang diselenggarakan pemerintah kabupaten Bekasi di President University Convention Center, kawasan industri Jababeka, Cikarang Utara, Selasa (27/5/2025) berakhir ricuh. Bagaimana tidak ricuh, kuota hanya 2000an diserbu oleh 25000an orang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...