Langsung ke konten utama

Closing Party


Penutupan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2023 berlangsung di Museum Blanco. Ada tarian dari Papua, ada fire dance, dan entah apa lagi nantinya. Setelah dua macam tari itu tiris, kami bertiga Mas Narko Sudrun dan Kang Apip ngelipir pulang.

Perut lapar gak mau diajak kompromi meski dua risoles dan empat klepon telah saya untal. Di sekitar venue acara ada dua tempat mengambil kudapan gratis, yang lain berbayar. Setelah risoles dan klepon, masih saya tambah dua kue dari tempat lain.

Entah apa acara selanjutnya, apakah ada makan-makan atau tidak, kami tidak tahu persis. Buat memadamkan kelaparan, mampir rumah makan Padang. Satu porsi nasi dengan lauk telur dadar saya cangking masuk kamar, setelah Isya saya nikmati.

Malam ini saya tidur sendirian, Pak Saut sudah pulang ke Jakarta pagi tadi. Tinggal malam ini lagi di Bali, besok siang pesawat Super Air Jet akan kembali menerbangkan saya. Meski hanya empat hari, namun lumayan berkesan dan pastinya menyenangkan.

Packing baju sudah dicicil sore tadi, sebelum salat Isya dilanjutkan. 90 persen baju yang dibawa telah dikenakan, menyisa satu kaos lengan panjang buat pulang besok dengan celana jeans yang sempat minta bantu di-laundry-kan dengan petugas hotel.

Setelah muter-muter pasar rakyat Ubud mencari udeng gak nemu, akhirnya minta antar ke petugas hotel ke erimarebangun, tetapi belum sampai sana motor diparkirkan depan satu toko. "Cari di sini saja, ada udengnya," kata petugas hotel. Saya masuk.

Pilih-pilih gak nemu apa yang saya inginkan, saya pun keluar. Sampai di luar saya kemukakan udeng yang saya cari. "Itu khusus untuk pemangku," kata petugas hotel menjelaskan ketika saya menyebut udeng yang saya inginkan agak tinggi sayap bagian depannya.

Petugas hotel masuk. "Sini saya bantu," jelasnya. Ia pun ngomong pake bahasa Bali dengan kasir toko, saya kembali milih-milih dan mengerucut ke satu corak seperti bulu burung Merak. Saya tanya harga, sekian jawab kasir, tidak tawar langsung bayar.

Kami pun pulang ke hotel. Lumayan senang sudah dapat udengnya walaupun di luar ekspektasi karena tadinya pengin ke erimarebangun yang khusus jualan pernak-pernik khas Bali. Tetapi, tetap saja senang. Mungkin lain waktu bisa ke erimarebangun.

Pak Saut tidak ikut closing party, siang tadi pulang ke Jakarta, akan ikut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) ke-XII "Literasi dalam Kebinekaan untuk Kemajuan Bangsa" 25--28 Oktober. Saya dan Mas Narko sesuai jadwal pulang besok, rombongan Rancage Selasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...