Langkah
ilustrasi gambar, jejak tapak langkah kaki di pasir. (foto: Jawaban.com) |
Kaki Kanak-Kanak Kita
Kita tentu tak ingat bagaimana Ibu mengajari kita berjalan. Langkah demi langkah kaki mengayun. Sampai akhirnya kaki kanak-kanak kita lincah berlari. Tangan kita tak lagi perlu bergayut di lengannya. Bahkan kita tak mau lagi digandeng oleh Ibu. Sampai akhirnya kita berani bermain jauh. Srawung ke rumah teman kanak-kanak kita.
Kita coba mengingat bagaimana langkah pertama kita menuju sekolah. Ibu tak pernah mengantar sampai gerbang sekolah. Sampai akhirnya kaki kita mampu seperti anak sekolah lainnya. Berangkat dan pulang berjalan kaki. Setiap hari, langkah kita mengayun penuh semangat. Sampai akhirnya kita tamat sekolah dasar, lanjutan, dan menengah.
Kita pada akhirnya direstui Ibu meninggalkan rumah pergi merantau. Saat kita memasuki bangku kuliah di kota yang jauh. Anak yang dulu dituntunnya belajar melangkah pertama. Yang dulu digandengnya berjalan bersisian. Kini pergi jauh meninggalkannya. Betapa akan rindunya dia. Rindu yang hanya bisa dia obati dengan lantunan doa.
1 Januari 2022 | 08:28
Ke Pemakaman
Hari ini, satu bulan Ibu meninggalkan kita. Mestinya kita ke pemakaman mengirim doa. Tetapi, alang jauhnya langkah menuju pusaranya.
Di hari pertama Tahun Baru. Tak banyak yang kita harapkan selain terima kasih kepada Tuhan. Kita dipertemukan-Nya dengan Tahun Baru.
Meski kita tak datang ke makam Ibu. Bukan berarti kita tak perlu mengirim doa. Doa tetap kita kirim dari jauh dan tetap akan sampai.
Ibu ikhlas melepas kita pergi merantau berguru ilmu, dulu. Kita gunakan ilmu mendoakan, kini. Tanda anak berbakti kepada orang tua.
Doa yang kita langitkan. Doa anak salih salihah kebanggaannya. Pembuka pintu surga baginya. Surga mukmin yang husnul khatimah.
1 Januari 2022 | 09:12
Empatpuluh Hari
Sejak hari pertama kepulangan Ibu ke Haribaan Rabb. Saban Magrib aku bacakan Surah Yaa Siin. Hingga empatpuluh hari. Juga melangitkan doa khusus, “Allahummaghfirlaha warhamha wa ’afiha wa’fuanha”.
Berdoa empatpuluh hari bukanlah diharuskan. Hanya tradisi menghibur ahli-musibah. Silaturahim pada intinya. Belasungkawa dan zikir memuji kebesaran-Nya meringankan beban si mayit.
Sesudah empatpuluh hari tentu akan terus aku kirim doa. Doa pembebas fitnah kubur. Doa mengharap ampunan segala dosa mohon ringankan azab, nantinya. Doa pembuka pintu surga.
1 Januari 2022 | 09:47
Setelah Ibu Tiada
Setelah Ibu tiada. Rumah tua kita suwung. Rasa rindu ingin memeluknya perlahan tiris.
Setelah Ibu tiada. Keinginan pulang ke rumah tua mengendur. Kehilangan spirit, barangkali.
Setelah Ibu tiada. Tak ada lagi cerita darinya. Kita akan dipiuh sepi di beranda rumah tua.
Setelah Ibu tiada. Rasa kehilangan baru kita pahami maknanya. Rasa yang asing di dada.
Setelah Ibu tiada. Penghargaan baru kita tahu gunanya. Yang dulu kita tidak tahu nilainya.
Setelah Ibu tiada. Penyesalan bertubi melanda. Penyesalan yang tidak lagi bisa ditebus.
Setelah Ibu tiada. Segala tangis dan air mata tak berguna. Sebuah tindakan yang sia-sia.
1 Januari 2022 | 10:36
Tunas Kematian
Kematian menunas di setiap waktu. Di setiap tempat, di setiap sempat. Memang itu sudah tugas Malaikat. Manusia hanya pasrah menunggu. Akan tiba gilirannya, di setiap saat. Tunggu saja, mungkin sudah dekat.
Kematian mengalirkan hiruk-pikuk. Siapa saja, memerankan apa saja. Menyimburkan serangkaian zikir. Dilafazkan setiap jiwa, khusyuk. Diamiinkan segera, bersama-sama. Semoga tersampai ke Hadirat-Nya.
1 Januari 2022 | 11:17
- Tandjungkarang
Komentar
Posting Komentar