Ujung Lidah Omicron

Kondangan pertama di tahun 2022, Zahdi Basran ngunduh mantu. (foto: koleksi pribadi)

Ujung lidah Omicron menjulur mencari mangsa. Pikuk kerumunan di mana-mana, para pelancong, shopper maniak di Mal, para tamu hajatan pesta, dll.

Siapa yang lengah di antara semua itu, akan jadi sasaran empuk Covid-19 varian Omicron. Lidah Omicron entah seperti apa, belum ada yang menggambar.

Apakah bekas jilatan lidah Omicron meninggalkan bekas di tubuh mangsanya berupa demam tinggi? Entah. Jilatannya halus, gejalanya jadi tak teraba.

Meraba-raba apa gejala setelah dijilat lidah Omicron, bagai meraba ruang hampa. Sejauh ini belum ada ciri khas tertentu demam Covid-19 varian Omicron, gimana.

Ini tulisan hasil mengendapkan lamunan di jalan sepulang dari hajatan ngunduh mantu kolega waktu jadi sesuatu di media massa. Kerumunan massa menggurita. Hayuh

Beruntung hajatan dikonsep dengan mengedepankan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berlalu. Malah datang varian baru. Omicron.

Tak ada salaman ke pihak keluarga dan mempelai. Hanya dadah-dadah dari jarak satu meter di bagian bawah puade. Setor muka bahwa kita hadir. Luangkan waktu.

Setelahnya tamu menuju meja tempat mengambil bingkisan nasi kotak dan suvenir, dengan munukarkan kupon yang dibagikan saat mengisi buku tamu di depan.

Hanya menyebutkan nama dan alamat, mbak penerima tamu yang mencatat di buku. Jadi, tak bergantian memegang alat tulis. Cleanness. Boleh juga. Simple.

Di hajatan ini kali pertama kondangan di tahun 2022, tentu sesudah ini akan ada lagi kondangan lainnya. Meski pandemi (mungkin) akan masuk gelombang ketiga.

Reuni Kecil

Karena si empunya hajat kolega di koran dulu, tentu tamu undangan juga dari unsur awak media. Setelah koran kolaps, semua kita berpisah. Bubar jalan masing-masing.

Ada yang lanjut di media online. Ada yang pensiun. Saya, misalnya. Hajatan kolega ini, tak urung jadi semacam reuni kecil. Setelah berpisah bertahun, eh ketemu lagi.

Apalagi dibekap pandemi, mustahil bisa saling anjangsana. Di samping terpisah jarak dan waktu, terhalang pula oleh aturan PPKM yang terus diperpanjang, lagi dan lagi.

Budimansyah (Budi Gondrong) sampai merangkul saya. ”Kangen loh sama Pak Kabag,” selorohnya. Kita pun saling tanya kabar dan berbagi cerita, tertawa santuy.

Namun, saking lama tak bersua, saya jadi lupa sama Gunawansyah. ”Woi, nggak mau salaman lagi tah sama saya,” kataku. Ia pun berlari menghampiri dan menguluk jabat.

Menguluk jabat? Apaan tuh. Kalau menguluk salam oke ada istilahnya. Nah karena masih belum familiar itulah, maka mari disosialisasikan. Asal jangan bikin sial.

Saking lupanya sama Gunawansyah, meski salaman saya payah mengingat namanya. Ya sudahlah yang penting salaman mumpung ketemu. Kapan lagi akan bisa bertemu.

Di jalan masih kuusahakan mengingat-ingat namanya, tapi tak juga berhasil. Di rumah pun masih meraba-raba siapa namanya. Ujungnya teringat juga, akhirnya.

Saya jadi sadar, bukan lantaran saking lamanya tak bertemu. Faktor usia yang sudah masuk kategori lansia, itulah sesungguhnya yang membuat daya ingat melemah.

Lansia spektakuler...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan