Bulan Berakhiran ”ber”

di musim penghujan, payung terasa besar manfaatnya (foto: detikhealth/detikcom)

Mudik atau berwisata di bulan Desember sungguh tidak begitu menguntungkan. Empat bulan yang berakhiran ”ber” seperti September, Oktober, November, dan Desember merupakan bulan yang dibekap persalinan musim.

Musim penghujan yang membasuh bumi mulai Oktober, membuat orang malas ke mana-mana. Tapi, di pengujung tahun selalu hadir momen libur anak-anak sekolah termasuk di dalamnya libur natal dan tahun baru (nataru).

Bulan Desember hujan sedang ranum-ranumnya. Embusan angin monsun barat berkesiur kencang. Tinggi gelombang laut tak menentu. Cuaca susah diprediksi. Semua itu sering jadi kendala pelayaran dan penerbangan.

Hujan ranum di bulan Desember karena matahari berada di selatan ekuator. Saat wilayah Indonesia sedang dilalui angin monsun Australia. Kemunculan angin monsun dipengaruhi gerak semu matahari terhadap bumi.

Menyeberang Selat Sunda di malam hari pada bulan Desember, alun gelombang terasa cukup kuat. Kapal fery akan berayun-ayun dihempas gelombang setinggi 4-6 meter. Penerbangan pesawat pun akan terganggu hujan.

Biasanya kami mudik menumpang bus, berangkat dari pool pukul 1 siang dan menyeberang Selat Sunda di waktu magrib. Pada jam seperti itu, alun gelombang masih lemah. Bertambah malam, menguat.

Bila hendak menumpang pesawat ke Jogja pun jadwal penerbangannya pukul 5 sore dan mendarat pukul 7 malam. Bila hujan deras saat akan take off atau landing tentu jadi hambatan yang bikin tegang semua penumpang.

Pernah kami mudik ke Pacitan di musim libur anak sekolah Desember 2018. Setiap hari hujan turun tak terkira. Walhasil tak bisa ke mana-mana sehingga percumah rasanya libur. Cucian pun seperti setia dalam kondisi basahnya.

Pernah juga sewaktu menikmati malam di kawasan Malioboro, hujan datang mengusik. Kesenangan seperti apa yang bisa dinikmati bila diganggu cucuran hujan. Hendak menyusuri pedestrian Malioboro tentu kebasahan.

Hendak masuk keluar toko, mau ngapain juga. Asyiknya di Malioboro itu ya di pedestriannya. Bangku-bangku dan lampu-lampu yang temaram, semua menyajikan mistis. Tahu-tahu jelang larut malam saja, saatnya ke hotel.

Padahal menikmati suasana malam di pedestrian Malioboro—kala itu belum pandemi—adalah hal yang mengasyikkan. Maklum musim liburan, pengunjung tumpah ruah. Berjalan beriringan atau berpapasan, ke segala sudut.

//Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna/ /Terhanyut aku akan nostalgi/ /Saat kita sering luangkan waktu/ /Nikmati bersama suasana Jogja// Penggalan lirik lagu ”Yogyakarta” dari KLa Project.

Ah, tiap memutar lagu ini perasaan tidak menentu. Bikin kangen pulang ke kotamu. Apalagi kalau mendengarnya di pedestrian Malioboro, dinyanyikan para pengamen di tempat lesehan atau gerobak angkringan.

Di setiap perjalanan mudik ke Pacitan, entah saat akan ke sana atau hendak pulangnya, kami selalu sempatkan mampir menginap di Jogja. Karena anak bungsu kami ngekos di Tamantirto. Jadi bisa nginap di tempat kostannya.

Setelah ia lulus kuliah, tentu bila hendak menginap di Jogja ya kudu ”ngekost” di hotel. Bila ingin dekat dengan kawasan Malioboro pilihan tempat hunting hotel di Jl. Dagen atau Jl. Sosrowijayan. Di situ pusat hotel premium.

Sayangnya di masa pandemi Covid-19 ini, tingkat okupansi hotel-hotel di Jogja turun drastis. Bahkan ada yang tutup sama sekali dan karyawannya dirumahkan. Tragedi memilukan bagi kota yang berslogan ’Berhati Nyaman’ itu.

Masihkah Jogja ’Berhati Nyaman’? Kasus klithih yang mencuat di media massa cetak dan daring, media sosial, dan pembicaraan di grup WhatsApp, menghadirkan fakta bahwa Jogja sudah jauh dari slogan Berhati Nyaman-nya.

Berharap lambat laun kasus klithih akan hilang sebab itu bukan budaya khas Jogja. Budaya khas Jogja itu warganya tepo seliro sehingga menyenangkan. Bagaimana menghindari klithih? Hendaklah eling lan waspodo.

Sama seperti menyiasati musim di empat bulan berakhiran ”ber” yang melimpah ruahkan hujan, hendaklah eling lan waspodo agar terhindar dari ciloko. Waspada banjir bandang, puting beliung, sambarn petir, dan terpaan badai.

Selamat liburan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan