Langsung ke konten utama

Cluster Hajatan


Di masa pelonggaran setelah gelombang kedua varian Delta bulan Juni 2021, musim orang menikah seperti menemukan kemistri dengan momentum melandainya pandemi Covid-19.

Tetapi, apa lacur tanggal 16/12/2021 pemerintah mengumumkan varian Omicron masuk Indonesia. Varian Omicron dinyatakan paling masif penyebarannya. Orang mudah terinfeksi.

Tetapi, juga cukup cepat pulihnya. Orang yang positif tidak akan tahu kalau dirinya positif. Baru akan diketahui setelah melakukan uji swab pcr. Varian Omicron hampir tak bergejala apa-apa.

Benar kata pakar kesehatan, terinfeksi virus corona varian Omicron tak ubahnya sakit flu biasa. Mereka yang positif hanya akan merasa demam sehari dua-hari kemudian sembuh.

Karena penyebaran varian Omicron begitu masif tak urung Indonesia masuk gelombang ketiga. Konfirmasi positif Sabtu (12/2) 55.209, Minggu (13/2) 44.526, Senin (14/2) 36.501 orang.

Tren penurunan (SabtuSenin) apakah tanda gelombang ketiga akan segera berakhir? Belum tentu. Faktanya, hari ini laporan harian corona di Indonesia ada penambahan 57.049 orang.

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen sempat menjadi cluster penyebaran Covid-19. Akhirnya PTM dibatasi hanya 50 persen. Hajatan pesta juga jadi cluster, akhirnya disetop izin dengan PPKM.

Sabtu dan Minggu di samping jadi panitia hajatan tetangga, saya dan istri juga kondangan di tempat kolega istri pada hari Minggu. Interaksi dan salaman dengan banyak orang.

Jadi panitia, kondangan, interaksi, dan salaman dengan banyak orang, itu cluster potensial penyebaran virus corona. Banyak orang itu pemilik berbagai kondisi, positif atau negatif.

Kalau kita berinteraksi dengan orang positif, besar kemungkinan kita terinfeksi. Cluster hajatan jangan dianggap remeh. Kuncinya prokes ketat, masker dan hand sanitizer.

Minggu itu karena hendak kondangan, saya dan istri pamit dan salaman dengan mempelai dan orang tua sebelum azan Zuhur. Di rumah istirah sebentar ngadem menunggu azan, lalu salat.

Pengantin berfoto dengan bestie (sirkel pertemanannya) dan bersalaman cipika-cipiki. Pun dengan tetamu undangan. Potensial jadi biang terpapar corona. Tak bisa disalahkan juga.

Momen sakral ini seperti ”wajib” dirayakan dengan maksimal karena hanya terjadi sekali seumur hidup, idealnya. Kalau di tengah jalan perahu layar karam diamuk badai, lain cerita.

Senin, kolega guru di sekolah istri ada dua orang positif. Nakes dari Puskesmas datang men-tracing, semua guru diswab. Hasilnya tujuh guru dinyatakan positif termasuk kepala sekolah.

Salah satu dari tujuh itu adalah yang di hari Minggu itu jadi wali nikah adiknya. Yang kami bersalaman dengannya. Alhamdulillah istri saya termasuk dari sekian guru yang negatif.

Saya sendiri aman terkendali. Mengapa istri saya negatif padahal kami bersalaman dengan guru yang positif setelah hajatan menikahkan adiknya? Tentu banyak faktor penentu.

Faktor yang bisa jadi alasan yang mendekati benar adalah mungkin saat kami bersalaman ia masih negatif. Di waktu kemudian setelah kami pulang mungkin ia terpapar dari orang lain.

Faktor penentu, faktor yang bisa jadi alasan yang mendekati benar, itu juga bisa dianggap sebagai faktor keberuntungan. Karena lindungan Allah Swt yang Rahmaan dan Rahiim.

Kalaupun tidak terinfeksi dari guru yang wali nikah adiknya itu, toh kami juga bersalaman dengan orang tua dan mempelai di tempat kondangan. Bukankah itu juga cluster hajatan?

Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Firman Allah Swt di Q.S. Al-An’am : 17 di atas, menegaskan bahwa kekuasaan Allah Swt atas hambaNya begitu mutlak. Akan ditimpa atau tidak ditimpa suatu bencana, kuasaNya.

Artinya, mereka yang positif Covid-19 setelah diuji swab pcr, bila terinfeksi varian Omicron jangan terlalu khawatir, segi penyebaran varian Omicron lebih masif dibanding varian Delta.

Tetpi, segi tingkat keparahan sakitnya cenderung lebih ringan. Tingkat konfirmasi positif memang cepat melonjak, namun pasien yang meninggal tidak sebanyak sewaktu varian Delta tahun lalu.

Akan tetapi, apa pun itu, taat menerapkan protokol kesehatan 3M, 5M, atau 6M mau tidak mau kudu mau manut anjuran Satgas Covid-19. Sejauh ini prokes ketat adalah penangkal akurat.

Mengapa begitu? Faktanya, tujuh guru di atas sudah vaksinasi lengkap dua dosis Sinovac ditambah booster AstraZeneca, nyatanya masih bisa terinfeksi. Kok bisa? Bingung kan...

Jemaah Umrah yang baru pulang dari Tanah Suci pun demikian. Setelah diuji swab pcr di Asrama Haji Pondok Gede, nyatanya banyak yang positif dan harus karantina di Wisma Atlet.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...