Langsung ke konten utama

Belum Ada Nama

ilustrasi foto bayi baru lahir (foto: halodoc.com)

Subuh tadi, entah pukul berapa, telah lahir sesosok bayi perempuan dari rahim keponakan istri. Menurut prakiraan dokter yang biasa tempat periksa selama kehamilan, bayi akan lahir awal November. Tetapi, biasanya akan maju satu minggu dari prakiraan itu.

Faktanya, begitulah yang terjadi. Anak kami dulu pun begitu, lahir satu minggu lebih cepat dari waktu yang diprediksi dokter. Bayi keponakan ini benar-benar memberi kejutan. Pasalnya, sewaktu di-USG dia sedang tengkurap sehingga tidak terlihat jenis kelaminnya.

”Mungkin dia malu,” begitu seloroh kami saat singgah di Jakarta sepulang dari Pacitan akhir Juni lalu. Saat singgah itulah diketahui prakiraan akan lahirnya awal November. Ternyata yang terjadi lebih cepat dari itu. Dan lahirnya terpaksa harus dengan operasi caesar.

Mengapa harus caesar? Karena meski sudah pembukaan full ternyata bayinya nggak mau ngajak. Itu yang dijelaskan istriku dari obrolannya dengan mbak Sas. Entah apa maksud nggak mau ngajak itu, saya tak paham. Yang penting bayi lahir lancar dan selamat.

Sepertinya kebetulan belaka, di hari lahirnya si bayi, doodle google menampilkan sosok Ellya Khadam, untuk menandai ulang tahunnya ke-93. Kreator doodle Ellya Khadam ini adalah seniman dan ilustrator dari Semarang bernama Fatchurofi Muhammad.

Ellya Khadam adalah penyanyi yang terkenal dengan lagunya berjudul Boneka India. Lagu dangdut melayu bercorak India ini begitu tersohor dan masih sering dinyanyikan orang-orang di acara hajatan pernikahan dengan iringan organ tunggal sambil joget.

Berarti bayi yang belum ada nama –sampai tulisan ini diposting–, tanggal lahirnya sama dengan Ellya Khadam yang tepat berulang tahun ke-93. Barangkali baiknya nanti saat meninabobokannya sambil menyenandungkan lagu Boneka India. Bukan Nina Bobo.

Ya, sampai tulisan ini diposting, kami belum tahu si bayi disemati nama apa oleh orang tuanya. Meski saat di-USG tidak ketahuan jenis kelaminnya, tentu orang tuanya telah menyiapkan nama untuk kemungkinan bila berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Nah, dengan jenis kelaminnya perempuan, bertambah lagi cucu perempuan untuk Eyang Uti dan Akasnya, yang sebelumnya sudah dikaruniai lima orang cucu perempuan dari dua orang anak mereka. Wah, barisan perempuan semua ini cucunya.

Beda dengan bapak ibu mertua saya, karena anak mereka dominan perempuan, maka giliran cucu dominan laki-laki. Dari sepuluh cucu mereka, delapan laki-laki dan dua perempuan. Hukum Kekekalan, apa yang dominan akan menghasilkan sebaliknya.

Fakta atau mitos? Mbuh, yo...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...