Langsung ke konten utama

Vaksin #2

pascasuntik vaksin #2,”wajib” diabadikan di sini. (foto: koleksi pribadi)

Alhamdulillah suntik vaksin dosis kedua saya jalani, tadi pukul 09.22 WIB. Begitu jarum suntik dicabut, muncul bengkak di tempat bekas jarum suntik menancap. Vaksinator yang menyuntikkan vaksin menekan agak lama dengan perban khusus. Dia menyarankan agar saya mengompres dengan air hangat.

Sewaktu dicek suhu tubuh dan tekanan darah sebelum divaksin, hasilnya 35,2o untuk suhu tubuh dan 110/80 untuk tekanan darah. Agak rendah, mungkin karena kebiasaan tidur jelang pukul 00 setiap malam dan bangun pukul 03.40 pagi. Efek kurang tidurkah? Nggak juga sih, kan sudah kebiasaan setiap hari begitu.

Sewaktu vaksin dosis pertama lain lagi hasil cek suhu dan tekanan darah. Tercatat tekanan darah 160/90 sedangkan suhu tubuh selalu di kisaran 35—36o. Tekanan darah agak tinggi, mungkin karena menghadapi pengalaman pertama disuntik vaksin. Biasanya kalaupun sedang demam, tekanan darah selalu 120/80.

Bekas suntik vaksin dosis pertama terasa ngenyut selama dua hari, saya biarkan saja tanpa dikompres air hangat. Ya, namanya ditusuk jarum, tentuk bekas luka tusukan benda tajam ”setajam jarum” akan menimbulkan efek sakit atau ngenyut. Suntik dosis kedua tadi bengkak, setelah dikompres reda.

Sebenarnya bukan dikompres air hangat seperti anjuran vaksinator, melainkan saya tempelkan setrikaan. Setrikaan saya panaskan (colokkan) ke listrik sebentar lalu cabut kemudian langsung tempelkan. Cara seperti itu lebih praktis daripada dengan air hangat yang harus diwadahi botol agar tidak tumpah.

Bengkak atau kemerahan di bekas suntik vaksin oleh para ahli disebut ”Covid arm”, bahkan ada yang sampai demam menggigil dan sakit kepala, ada yang dilanda rasa lelah. Ada yang mengantuk dan lapar. Namun, lapar dan ngantuk yang saya rasakan, ya karena memang wayahe mangan dan turu awan. Ha ha ha.

Macam-macam efek samping setelah disuntik vaksin disebut pula sebagai kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Maka di kartu vasin dicantumkan nomor kontak dokter untuk mengantisipasi hal tersebut, orang yang habis divaksin bisa berkonsultasi atau melaporkan kejadian ikutan yang dialaminya.

Mengapa bekas suntik vaksin atau imunisasi bisa bengkak? Saya pun googling dengan kata kunci ”penyebab bekas suntikan vaksin bengkak”. Wah, banyak sekali link bisa diklik untuk menemukan jawabannya. Dari semua jawaban, intinya menyatakan bengkak adalah hal yang wajar dan tak perlu dikhawatirkan.

Seperti yang terbaca pada situs ruparupa.com, ”Kulit bengkak yang terjadi setelah imunisasi adalah tanda baik yang menunjukkan kalau tubuh mulai membentuk kekebalan terhadap penyakit. Peradangan ini biasanya muncul setelah beberapa jam setelah imunisasi dan reda dengan sendirinya dalam waktu singkat.”

Sedianya suntik vaksin dosis kedua ini dijadualkan tanggal 19/10, tapi berhubung bertepatan dengan tanggal merah perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw dan libur nasional digeser ke tanggal 20/10, maka pelaksanaan vaksin #2 digeser juga ke tanggal 21/10. Jadi, tanggal vaksin #1 dan vaksin #2 sama-sama 21.

Tenang dah, kartu vaksin sudah di tangan, kekebalan sudah terbentuk dalam tubuh. Setidaknya punya tameng. Kendati demikian, prokes 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, dan menjaga jarak) harus tetap dijalankan. Tidak mustahil corona gelombang ketiga akan tiba.

Gelombang kedua yang merebak Juni 2021 dengan varian delta (B.1.617.2), banyak menelan korban. Nah, gelombang ketiga diprediksi akan merebak bulan Desember nanti dengan varian delta plus (B.1.617.2.1 atau AY.1). Reuters, 23/6/2021, memberitakan hingga 16/6, ada ratusan kasus ditemukan di 11 negara.

Wadow...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...