Ke Puncak Lelah
![]() |
eL-ROYAL Hotel, Jogja, Minggu, 20-6-2021. (foto: koleksi pribadi) |
Sejak merebak di negeri ini Maret 2020, pandemi Covid-19 membuat rasa khawatir hinggap di punggung setiap orang, menjadi beban dipanggul ke mana-mana. Orang-orang bersalin rupa. Ada yang menyerupa kuda beban yang diberati perasaan was-was, depresi, ngeri, dan keserbasalahan rasa karena terlampau dirasa-rasa. Semua didasari ketakutan yang berlebihan (phobia) terhadap kemungkinan akan terpapar virus yang ancaman mematikannya begitu luar biasa, saking ganasnya.
Akan tetapi ada yang biasa-biasa saja menyikapinya. Tidak terhanyut euforia yang lebay. Takut sih iya, khawatir tentu, waspada harus. Hanya, mereka berpembawaan selow. Tak mau terlalu terbawa perasaan yang mengharu biru. Tetap memanggul beban rasa khawatir ke mana-mana, ke pasar tradisional, ke mal, ke Samsat bayar pajak kendaraan. Bahkan kondangan manténan yang dihelat dengan kapasitas undangan minimalis. Sangat terbatas di lingkup keluarga besar mantén berdua.
Orang-orang yang menganut mazhab phobia garis keras, sudah tak berani ke mana-mana. Manut anjuran pemerintah, di rumah saja. Sedang orang-orang yang mengamalkan sunah traveling, tetap masih bisa bepergian ke mana suka. Manut pemerintah, iya. Boleh bepergian dengan syarat protokol kesehatan ketat. Dan orang-orang pun mudik atau pulang kampung disaat ada pelonggaran PSBB. Ada yang berani ke zona merah atau hitam selkalipun. Menjaga kewaspadaan dan kewarasan.
Ya, dengan kewaspadaan dan kewarasan. Itulah yang kami lakukan. Sejak ada pelonggaran PSBB bulan Juni 2020, kami bisa mudik ke Pacitan menengok Ibu yang dikabarkan sakit karena faktor usia yang sepuh. Desember 2020–Januari 2021 kembali kami pulang menengok ibu. Lalu bulan Maret 2021 anak kami wisuda, kami ke Jogja dan juga menyempatkan kembali menengok ibu ke Pacitan. Datang lagi bulan Juni 2021, lagi-lagi setelah ada pelonggaran pasca-libur lebaran, kami ke Pacitan lagi.
Alhasil, meski gelombang kedua wabah melanda dengan varian Delta (B.1.617.2)-nya, Alhamdulillah kami aman-aman saja wira-wiri Lampung—Jogja—Pacitan. Kuncinya apa? itu tadi, kewaspadaan dan kewarasan. Jangan phobia nanti malah jadi gila. Beruntungnya istriku, karena dia sudah vaksin 2x. Sementara saya belum sekali pun. Lah gimana mau vaksin, di mana-mana daerah pada ngejerit kehabisan stok vaksin. Gimanalah target vaksinasi 5 juta sehari bisa kesampaian, kalau begitu ceritanya.
Setengah Tenang, Setengah Galau
Dengan sudah divaksin 2x, bisa dikatakan istriku sudah ”setengah tenang” dan saya masih ”setengah galau”. Kalau sekadar ”setengah” sih tidak mengapa. Yang bikin galau rakyat Indonesia adalah PPKM Superpedas karena pedasnya level 4 yang diperpanjang. Sementara ini dari perpanjangan sampai 25 Juli, ternyata masih manjang lagi hingga 2 Agustus. Niscaya nanti akan mulur bak karet gelang yang sudah direndam ke dalam minyak tanah. Masih akan diperpanjang dan terus diperpanjang.
Sebenarnya yang masih bikin ”setengah tenang” dan ”setengah galau” adalah hal-hal di luar kendali kita. Di tengah belitan pandemi yang entah kapan usai ini, perusahaan-perusahaan banyak yang terancam gulung tikar. Karyawannya dirumahkan bahkan ada yang di-PHK. Perusahaan yang baru saja mengambil ancang-ancang merekrut karyawan, jadi berpikir ulang setelah dilantak varian Delta B.1.617.2, pemerintah tidak membolehkan WfO, masih harus WfH untuk memutus mata rantai penyebaran virus.
”Setengah tenang”. Ya, ini yang bikin kami (saya dan istri) ”setengah tenang”, anak kami yang wisuda Maret lalu, setelah mengikuti rangkaian tes beberapa kali akhirnya ia diterima bekerja di sebuah platform media berita digital di Jakarta, namun masih WfH dari Jogja. Nah, varian Delta tak ayal menyerbu Jogja juga akhirnya. Tak urung kami tetap saja ”setengah galau” dibuatnya. Terutama ibunya, kebawa-bawa pikiran bercabang-cabang, asam lambungnya naik. Entah berapa derajat. Hehehehe.
Varian Delta menyerbu Jogja dengan segala ceritanya. Tentang ada yang isoman di kost-kostan sendirian. Tentang yang isoman banyak yang mati. Tentang 28.000 lebih pasien isoman di seluruh DIY. Ketua RT di permukiman miskin mesti pontang-panting penuhi kebutuhan warganya yang sedang isoman (Kumparan.com, Selasa, 27/7/2021). Tentang banyaknya relawan, komunitas, forum, jaringan, yang berkolaborasi dan bersinergi mencari solusi menyelesaikan masalah.
Tentang vaksinasi prioritas untuk yang ber-KTP DIY. Kalaupun ada yang tanpa aturan (KTP mana pun bisa) toh yang antusias begitu membeludak, yang dari tengah malam rela ngantre demi bisa dapat vaksin. Sudahlah kita berusaha menepis hoaks perihal vaksin yang begini begitu, eh... giliran ada yang antusias mencari tempat vaksin hingga rela berkeringat keliling ke mana-mana, nyatanya tak mendapat apa-apa. Obat untuk Covid-19 langka di apotek, beberapa daerah kehabisan stok vaksin.
Selama PPKM Darurat, sebanyak 1.337 anak di Provinsi Banten terpapar Covid-19 (Kompas.com, Jumat, 23/7/2021). Ada PPKM Level 4 yang sudah diperpanjang ini pun masyarakat masih ke hulu ke hilir di jalan-jalan. Padahal, Lembaga Eijkman mengungkap ada varian Delta Plus (AY.1) sudah masuk Mamuju (Sulawesi Barat) dan Jambi. (Twitter Detikhealth, Selasa, 27/7/2021). Sudah sih, kembali ke ”kewaspadaan dan kewarasan” saja. Tetap bebas ke mana-mana asal taat prokes. Itu kuncinya. Itu resep saya. Rakyat sudah sampai ke puncak lelah, nih!
Setiap habis salat, selalu yang kuapungkan adalah ucapan terima kasih kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat sehat, nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat ibadah. Juga (penjagaan-Nya) atas keselamatan di jalan, jauh dari bala’, musibah, dan gangguan orang (yang mungkin berniat) jahat. Lalu memanjatkan permohonan agar senantiasa disehatkan-Nya, dijauhkan-Nya dari segala penyakit. Jaga iman dan imun. Jaga ”kewaspadaan dan kewarasan” agar aman. Begitu ceritanya.
Cerita-cerita demikian mengaduk-aduk perasaan. Tetapi, saya ingatkan, jangan sampai baper.
Komentar
Posting Komentar