Langsung ke konten utama

Shaum Sunnah

Wedang Seruni (sereh jeruk nipis) + jahe.

Memulai lagi shaum Senin-Kamis setelah sempat jeda karena menyiapkan fisik untuk umrah. Secara gangguan metabolisme sebenarnya tidak begitu signifikan bila tetap puasa, tapi yang lebih dijaga adalah asupan gizi agar mendapatkan kesehatan yang prima bekal ibadah umrah.

Toh, shaum ayyamul bidh tetap dilakoni. Kecuali bulan kemarin (Rabiul Akhir) karena tanggalnya bertepatan dengan waktu perjalanan pulang dari Saudi. Bulan ini (Jumadil Awal) ayyamul bidh insyaallah bisa ditunaikan, maka dimulai dari Senin-Kamis terlebih dahulu.

Sejak lama saya melatih kebiasaan untuk membuka 'jendela lapar' cukup lebar. Pagi, kopi dengan kue jajanan pasar plus buah dan telur rebus. Baru makan besar nanti pukul 10 atau 11, bahkan acap baru makan bakda zuhur. Terlampau ekstrem sebetulnya.

Tapi, dampaknya bagi kesehatan lumayan baik. Perut saya tidak buncit seperti orang kebanyakan yang membuka 'jendela lapar' begitu sempit alias pagi-pagi sudah makan besar, siang makan, dan sore juga makan. Masih pula ngemil di antara waktu-waktu tersebut.

Dengan 'jendela lapar' yang lebar, secara tidak langsung saya hanya makan dua kali per hari. Ngemil? Tentu ada camilan. Buah jeruk atau semangka, kacang kulit, kacang telur atau sukro. Roti atau biskuit juga ada. Minum susu kadang-kadang bila tergoda rasa kepengin.

Minum es tidak terbiasa di rumah. Hanya sekali-sekali saat makan di luar, misalnya es teh atau es jeruk. Yang sering justru air putih hangat atau jeruk hangat. Sering meracik rebusan rimpang, terdiri sereh + jeruk nipis (wedang seruni), afdal lagi bila ditambah jahe dan kunyit.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...