Langsung ke konten utama

Pekon Helau

Pekon dalam Bahasa Lampung bermakna kampung atau desa. Helau artinya bagus, indah, asri. Dengan demikian, bila dipadukan menjadi pekon helau, yang bisa diartikan kampung atau desa yang bagus, terlihat indah, tertata sedemikian asri. Sehingga membuat warga penghuninya nyaman dan para pengunjung terkagum-kagum akan keindahannya.

Untuk mendapatkan kampung yang indah atau pekon helau, agar warganya nyaman dan tamu yang datang merasa betah tinggal dan bisa jadi ketagihan untuk datang lagi, lagi, dan lagi, maka Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat meluncurkan Gerakan Pekon Helau (GPH). Diluncurkan oleh Bupati Agus Istiqlal pada Senin (15/5/2017) di Pekon Negeriratu, Kecamatan Ngambur.
Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal disambut lalu diarak di bawah payung agung menuju tempat acara peluncuran Gerakan Pekon Helau
di Pekon Negeriratu, Kecamatan Ngambur, Senin (15/5/2017) Foto: istimewa/humas_pemkab-pesibar.

Dalam sambutannya, Bupati Agus Istiqlal mengatakan, tujuan diluncurkannya GPH adalah untuk membangkitkan kembali semangat kebersamaan di masyarakat dalam menjaga lingkungan agar senantiasa ASRI. Bupati Agus Istiqlal kemudian menjabarkan makna ASRI, yaitu Aman, Sejuk, Rapi dan Indah. Sehingga mencerminkan makna helau dalam penyebutan ulun Lampung  

Menurut Bupati Agus Istiqlal, kebersamaan masyarakat dalam menjaga lingkungan menjadi ASRI, sebenarnya memang sudah bagian dari kebiasaan masyarakat Pesisir Barat. Namun, belakangan ini mulai surut sehingga perlu dibangkitkan kembali melalui GPH. ”Yang akan kita bangkitkan kembali dalam GPH adalah semangat kebersamaan menjaga lingkungan,” tegasnya.

Lebih jauh Bupati Agus Istiqlal mengajak masyarakat dan semua pihak untuk senantiasa menjaga lingkungan dengan baik, saling asah, asih dan asuh antarsesama, serta memelihara kebersamaan dan jiwa gotong-royong antarmasyarakat di Kabupaten Pesisir Barat. Membangkitkan nilai-nilai sosial budaya di masyarakat  dengan menjaga keanekaragaman yang ada, sehingga tercipta suasana yang ASRI.


n LAMPUNG EKSPRES-Plus/rilis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...