Bebek Sinjay

Nasi bebek sinjay sambal pencit sudah terhidang buat disantap di rambang petang. (Pulau Madura, 29 Oktober 2024)

Setelah selesai acara di Banyuwangi, mampir dan stay dua malam di Surabaya. Sebuah guest house yang cukup homey di Kertajaya dipilihkan anak mantu untuk kami inapi, tak jauh dari tempat mereka indekos, sangat strategis dekat pasar Pucang.

Dua malam di Surabaya, ke beberapa kuliner seperti lontong balap dan yang paling exited ke bebek sinjay di Pulau Madura. Setelah ke pantai Kenjeran, rencana semula ke pasar Atom, tapi kata driver Grab sudah tutup karena memang sudah sore.

Olehnya ditawarkan bebek sinjay. Jadilah kami menyeberangi jembatan Suramadu yang tanpa diagendakan. Ya, cuma buat makan bebek sinjay yang pengunjungnya selalu rame. Setelah perut kenyang gak ada rencana lain selain pulang balik ke Surabaya.

Sebab kenyang, di perjalanan mataku ditimpa kantuk. Payah sekali nahan agar bisa menikmati padatnya lalu lintas dan macetnya kendaraan di jalanan Surabaya. Tidak semacet kota Bandar Lampung karena jalan di kota pahlawan ini memang banyak.

Sementara kota Bandar Lampung jalan protokolnya cuma ZA Pagaralam itulah. Maka, macet saban hari --nggak pagi, nggak siang, nggak malam-- adalah wajar belaka. Ditambah budaya cara berlalu lintas pemakai jalan yang nggak mau ngalah menambah ruwet.

Di perempatan lampu merah di Surabaya pun terjadi budaya nggak mau ngalah itu. Dari empat arah mau maju semua, akhirnya stag di tengah perempatan. Penderitaan berjamaah namanya, sama-sama nggak mau ngalah, ya, sama-sama pasrah akhirnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan