Langsung ke konten utama

Apologia V*gina dan Z*karia

ilustrasi foto hanya pemanis, pinjam pakai milik Lectur.ID

/1/

”Sakit, tau,” protes v*gina sambil menghapus tangis yang ditahannya dalam sebuah kamar kos-kosan. Tentu saja, seberapa pun sakit tak elok mengumbar tangis. Tentu saja, tetangga sebelah kos-kosan akan curiga dan berspekulasi telah terjadi apa-apa, sayangnya tak bisa mengintip.

”Saya akan tanggung jawab,” janji z*karia sambil menenangkan kekasihnya yang terisak. Tentu saja, mudahnya ia mengucap janji semudah ia melucuti paksa pakaian sang kekasih lalu menyetubuhinya. Tentu saja, di balik punggung kekasihnya yang kecewa, z*karia menyembunyikan tawa.

Percintaan tanpa consent, pemerkosaan namanya. Tetapi, dilarung rayuan maut acapkali membuat v*gina hanyut tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa. Akan bertanggung jawab yang z*karia janjikan, membuatnya sedikit terhibur. Tentu saja, dalih cinta hanyalah apologia semata.

/2/

”Oh, nikmat,” desah v*gina semringah seusai dicumbu kekasihnya. Tentu saja, v*gina telah hapal di luar kepala rasanya bercumbu, sehingga senantiasa menginginkannya dilakukan berulang-ulang penuh kesadaran dan tanpa beban. Tentu saja, karena dasarnya suka sama suka.

”Kan, saya pakai alat kontrasepsi,” kilah z*karia sambil menyalakan rokok seusai mencumbu kekasihnya. Tentu saja, z*karia peduli melindungi diri dengan tameng agar tak kebobolan. Tentu saja, karena cara itu ia percaya cukup ampuh mencegah kehamilan di luar nikah.

Percumbuan antara z*karia dan v*gina dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa beban. Tentu saja, dalihnya saling cinta dan suka sama suka, menggunakan alat kontrasepsi sebagai ”safety riding” untuk melindungi diri dari terjadi ”kecelakaan ”. Consent, itulah apologia mereka.

/3/

”Wah, bisa cepat kaya,” gumam v*gina seusai menerima bayaran atas servis memuaskan yang disuguhkannya kepada pemesan, di sebuah kamar hotel. Tentu saja, dibanding syuting seharian lebih baik ”begituan” satu dua jam, dapat cuan. Semua pesanan diatur ”majikan”.

”Wow, servismu mantap kali,” kata z*karia kepada v*gina usai berkencan. Tentu saja, v*gina tahu persis cara memuaskan pemesan agar tak pelit menghamburkan duit ke atas sprei yang kusut masai karena mereka gunakan meraih kepuasan. Bikin ia ketagihan agar pesan ulang.

Kencan sesaat satu dua jam di sebuah kamar hotel, mau saja z*karia membayar tarif yang diminta v*gina. Tentu saja, adanya layanan pesan kencan, alasannya macam-macam. V*gina butuh tambahan penghasilan dan z*karia butuh selingan agar tak jenuh. Itulah apologia mereka.

Pacitan, 25 Desember 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...