Mask Incident
Penggunaan masker di masa pandemi Covid-19 merupakan salah satu dari tiga hal penting yang harus dilakukan dalam penegakan protokol kesehatan. Dua hal penting lainnya adalah mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir (air keran) dan menjaga jarak minimal satu meter. Ketigal hal penting itu disosialisasikan dengan sebutan 3M.
Penggunaan masker dipercaya efektif mencegah penularan Covid-19. Faktanya, tidak sedikit orang yang sudah disuntik vaksin dua kali nyatanya masih terinfeksi Covid-19 karena abai atau tidak patuh protokol kesehatan utamanya memakai masker di tempat keramaian. Kalau sedang sendirian di dalam rumah boleh saja melepas masker.
Nah, saking masifnya penggunaan masker, sering menimbulkan berbagai insiden kecil. Misalnya susah mengenali orang karena mulut dan hidung tertutup masker. Saat berjumpa, dia menyapa kita malah membuat kita acuh karena merasa tidak kenal. Atau sebaliknya, saat kita sapa eh dia yang tidak peduli karena merasa tidak kenal kita.
Insiden kecil seperti itu kelihatannya sepele tapi acapkali memunculkan salah sangka. Disangka sombong karena cuek saat disapa, padahal susah mengenali karena wajah tertutup masker. Setelah masker dibuka baru saling mengenal. Apalagi kalau jarang berjumpa karena kendala pembatasan sosial, harus di rumah saja, dan sebagainya.
Insiden masker ini dua kali saya alami. Pertama, saat lewat depan rumah kerabat. Pas lewat itu kebetulan ia sedang di teras, saya berhentikan kendaraan dan menyapanya. Berbalas sapa seperti sudah akrab, ujungnya ia suruh saya buka masker karena ia sulit mengenali saya. Setelah saya buka masker ia berseru, ”Ah, kamu, rupanya.”
Ia pun meminta saya mampir, namun karena mau ke SPBU dan menyelesaikan keperluan lainnya, saya tolak secara halus ajakan mampir darinya. Insiden kedua, saat saya mengantar bingkisan oleh-oleh untuk sahabat saya Aminoto Unzir yang akan balik ke Jogja. Kejadiannya di pool bus Puspa Jaya Jl. Soekarno-Hatta (Senin, 27/9/2021).
Semula mereka bertiga istri dan anaknya sudah turun dari taksi online, barang bawaan sudah dikeluarkan dari bagasi dan diangkut ke selasar kantor pool bus. Namun, tiba-tiba barang bawaan kembali dinaikkan, mereka naik dan pintu mobil ditutup, siap-siap berjalan pergi meninggalkan pelataran parkir entah hendak menuju ke mana.
Oleh-oleh yang saya taruh di motor langsung saya bopong dan mengejar taksi online itu, saya gedor pintu depan sebelah kiri tempat Aminoto duduk. Sopir menurunkan kaca mobil dan Aminoto membuka pintu, saya sodorkan oleh-oleh itu. Apa yang tejadi kemudian? ”Bukan, bukan, bukan, kata Aminoto sambil menolak tas yang saya sodorkan.”
Saya bilang, ”Ini dari saya, Zabeth.” Eh, ia masih belum ngeh. Saya buka masker dan begitu ia tahu wajah saya, ia berkata ”Oh, kamu, Beth. Ya, ya, maaf ya, terima kasih, Beth.” Tawa kami berderai. ”Oke, selamat jalan, ya, hati-hati semoga selamat sampai Jogja,” kata saya, juga kepada istri dan anaknya yang duduk di bangku tengah.
Sesudah itu, taksi online yang membawa mereka perlahan bergerak meninggalkan area parkir pool bus. Rupanya mereka naik busnya bukan dari pool, melainkan dari pangkalan agen di Wayhalim. Saya pun menuju motor, menstarternya dan pulang. Nah kan, gara-gara masker yang menutup mulut dan hidung, bisa memicu terjadinya insiden kecil.
Komentar
Posting Komentar