Senang Sekaligus Terkejut
![]() |
Zabidi Yakub saat menghadiri diskusi Gamolan Pring di Lampost, 20/11/2013 (foto: koleksi pribadi) |
Tercekat dirimu seketika
Padahal, Rabu (11/8) pukul 21.35, saya ngepos tulisan di blog. Tetapi, sama sekali tidak hendak membuka fesbuk. Kalau saja membuka fesbuk tentu tahu ada pengumuman hasil sayembara yang ditaja Komite sastra Dewan Kesenian Lampung. Tentu tidak manjang hingga Kamis (12/8) siang baru tahu, baru akan senang sekaligus terkejut.
Tetapi , memang begitu sejak dulu. Selagi sibuk bekerja di LE dulu —dulu sekali— saya ya serius kerja, tidak nyambi-nyambi sambil main sosmed. Tidak buka akun fesbuk ato twitter. Sampai-sampai Tumpak Chandra Pakpahan, kerabat kerja di LE dulu berseloroh, ”Pak Kabag ini kalau lagi kerja serius kali, gak sempat sambil main fesbuk segala.”
Padahal, Kamis (12/8) pukul 3.27 PM atau 15.27 WIB, Sekretaris Komite Sastra DKL, Yuli Nugrahani, mengirim pdf pengumuman hasil sayembara ke email semua peserta serentak. Tetapi, karena sesudah tercekat seketika dilamun pikuk postingan di laman fesbuk belasan link berita media online dengan ’nama saya’ sebagai judul berita.
Dilamun pikuk postingan link berita media online, ya sudah, senang sekaligus terkejut. Mencermati judul-judul puisi para peserta yang lolos penjurian —enam pemenang, juara 1 hingga harapan 3 dan empatpuluh empat nomine—, betapa variatif tema yang dieksplorasi. Betapa berbeda-beda dialek yang dipakai. Betapa kayanya perbedaan.
Padahal, Aksara Lampung yang hanya 20 banyaknya, atau ada yang mengatakannya 19, tetapi bila sudah dirangkai-sambungkan satu dengan yang lain, mampu menghasilkan bunyi yang mengandung makna tidak tunggal. Apalagi bagi ulun Lampung, dalam ujaran sering diselipkan imbuhan pemanis agar terkesan lebih memperjelas kalimat.
Dalam budaya tangguh/nangguh atau ngicik (musyawarah antarkeluarga atau antarpemuka adat) saat akan menggelar hajat pernikahan, acapkali akan mengemuka kata-kata imbuhan perangkai kalimat sehingga terdengar lebih bertenaga. Imbuhan perangkai kalimat itu bisa saja berupa joke-joke yang sebenarnya tidak penting-penting amat diujarkan.
Tercekat dirimu seketika
Saya terkagum-kagum atas upaya penekun karya jurnalistik di Provinsi Lampung, betapa mereka begitu mencintai profesi jurnalis. Kekaguman itu saya endapkan di batin kala melihat serakan koran cetak di ruang tunggu pasien dr. Arief Effendi, Sp.KK. di Pahoman, Bandar Lampung. Puluhan koran cetak lokal dibiarkan berserak di meja untuk menemani pasien saat menunggu giliran berkonsultasi. Adakah yang tertarik membolak-baliknya? Saya tertarik karena saya mantan pekerja koran.
Dimaksudkan untuk menemani pasien di sela waktu menunggu antrean berkonsultasi, tetap saja para pasien lebih memilih gawai untuk mengusir kejenuhan. Sosial media di gawai menjelma menjadi mata pisau yang tajam, mengiris nadi kehidupan koran cetak, menemui ajal secara perlahan. Koran-koran cetak lokal itu tentu susah sungguh mempertahankan eksistensinya di tengah disrupsi media yang melanda. Kehadiran media digital, perlahan mengubah lanskap media.
Hanya media digitallah penyampai berita tercepat di era jaringan internet 4G dan bahkan sudah merambah jaringan 5G sejak diluncurkan 27 Mei 2021. Seperti pengumuman hasil sayembara Komite Sastra DKL, sejak rilis berita dianggit di mailbox, sekian menit berikutnya sudah tayang dan seketika itu juga sudah dibaca serta di-share ke berbagai akun media sosial para pembaca. Hanya hitungan menit, sebuah berita berlabuh di gawai-gawai penyandu media (media mainstream dan media sosial).
Meski kadang tidak seakurat media mainstream, media sosial lebih dipilih orang sebagai pelampiasan rasa frustrasi terhadap media mainstream yang bisa ”dikendalikan” dan ”dibungkam” penguaasa. Bagi sebagian orang, media sosial menjadi alternatif untuk mendapatkan informasi. Bagi sebagian lainnya, media sosial dimusuhi karena dituduh menjadi penyebar hoaks. Apa pun, acapkali justru melalui media sosial, sebuah berita lebih cepat tersampaikan ke pembaca.
Setelah saya rekap, ada 15 platform media berita digital yang menayangkan pengumuman hasil sayembara yang ditaja Komite Sastra DKL pada Kamis (12/8/2021). Mereka adalah: koranfokus.com, radarlampung.co.id, de-lampongs.com, probuana.com, labrak.co, teraslampung.com, suluh.co, lampungpro.co, radattvnews.com, pantaulampung.com, sumaterapost.co, harianmomentum.com, beritateras.id, lampungbarometer.id, dan voxlampung.com. Terima kasih atas apresiasi kawan-kawan.
Coba kalau kembali ke masa lalu, di masa media digital belum semasif sekarang, untuk mengetahui hasil sayembara peserta harus menunggu terbit dulu di koran cetak. Itu pun melalui alur yang panjang, panitia pelaksana sayembara (seperti misal Komite Sastra DKL) mesti mengirim rilis berita ke media cetak. Di dapur redaksi media bersangkutan disiapkan untuk masuk bagian pracetak. Oleh pracetak di-layout di halaman koran. Kemudian masuk percetakan untuk jadi koran cetak. Terbit keesokan paginya.
Betapa ribet bukan? Kalau sayembara itu berskala nasional, tentu media cetak pusat yang meng-cover-nya. Misal saja koran Ibu Kota —apa saja— untuk sampai ke Lampung atau daerah lainnya, mesti menggunakan ekspedisi via udara, darat, dan laut. Katakanlah pukul 8 pagi sudah sampai di agen koran dan pukul 9 di tangan loper koran, di jam segitulah orang baru bisa mengetahui sebuah berita. Tetapi, dengan menjamurnya platform media berita digital, dalam sekedipan mata orang kelilipan berita.
BKP, Senin, 16 Agustus 2021
Link
berita:
Komentar
Posting Komentar