Sampai Kapan?

ilustrasi gambar, Ariel Noah, menerima vaksin (foto: merdeka.com)

Sudah kuduga, dari pertama PPKM Darurat ”disematkan” pada 3 Juli 2021, niscaya akan diperpanjang terus dan terus diperpanjang. Ah, jadi ingat tagline Philips; ”terus terang..., terang terus”. Dan faktanya memang demikian. PPKM Darurat (320 Juli) diperpanjang jadi PPKM Level 4 (2125 Juli), diperpanjang lagi (26 Juli–2 Agustus), lalu (39 Agustus), lanjut terus (1016 Agustus). Mungkinkah masih akan berlanjut? Sangat mungkin, mengingat varian Delta B.1.617.2 masih terus menyatroni mangsanya. Utamanya yang tidak taat prokes (5-M), meskipun sudah dua kali disuntik vaksin.

Pertanyaannya, sampai kapan?

Di media sosial beredar mémé, cuplikan video Presiden Jokowi seolah bertanya pada anggota kabinet mewakili masyarakat; PPKM Darurat ini akan diperpanjang apa tidak? Lantas seolah jawabannya disisipkan cuplikan-cuplikan vokal beberapa penyanyi. Menonton buah kreativitas netijen seperti itu, beban berat dampak PPKM (yang pedasnya) Level 4 seperti berkurang meskipun tidak serta merta membuat tawar sama sekali. Kesal sih tetap ada, manusiawi dong. Kalau nggak kesal, kan aneh jadinya. Tetapi, video mémé itu memantikkan daya hibur yang sedikit ’romantis’.

Keromantisan daya hibur itu kentara manakala Mal mulai dibuka untuk empat kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya) dengan syarat menunjukkan kartu vaksin minimal dosis yang pertama. Belakangan akan tetapi tak cukup kartu vaksin, harus pula disertai hasil swab antigen atau swab pcr negatif. Mereka yang sudah vaksin terang saja terhibur, bisa ke Mal lagi bersama gacoan dengan begitu romantisnya. Untuk yang belum vaksin —seperti saya— silahkan memburu tempat vaksin yang di mana-mana antusiasme peminatnya menciptakan kerumunan.

Vaksinasi masal yang diadakan di beberapa tempat oleh institusi tertentu, semisal Polri, Kodim, RSUD, RSDKT, RS Bhayangkara, dan tentu saja Puskesmas-Puskesmas, memang ada mekanisme yang diberlakukan, misalnya masyarakat yang hendak vaksin mendaftar terlebih dahulu secara online dan datang ke fasilitas vaksin yang ditentukan pada Hari-H dengan membawa fotokopi E-KTP dan print out bukti pendaftaran online. Nah, cilakanya, peserta yang offline juga pada rame-rame datang dengan harapan bisa ikut vaksin, barangkali saja ada celah. Terang saja berkerumun dan berebut.

Sampai kapan masyarakat tidak bisa tertib?

Tidak bisa ditemukan jawaban yang logis. Selama tidak ditemukan titik tumpu penyelesaian yang win-win solution, selama itu pula kusut masai vaksinasi akan terjadi. Seperti kasus di RSUD Abdul Moeloek Lampung (Kamis, 12/8/2021), antara peserta online dan offline bertemu dan menciptakan kerumunan. Oleh aparat kepolisian dibubarkan. Sudah, pulang gak jadi vaksin. Akhirnya, prasyarat masuk Mal harus bawa kartu vaksin itu, apa solusinya, Bos. Apa nggak ada jalan lain yang lebih bijak selain membubarkan. Ada imbauan ayo vaksin, giliran orang beduyun-duyun eh dibubarkan. Piye, tho.

Dalam 20 menit kuota pendaftaran online penuh. Lesu darah deh...

Sampai kapan kebingungan hingga bisa vaksin? YNTKTS

Aduh, Biyung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan