Hijab, Ada Siswi Nonmuslim Tidak Keberatan

ilustrasi foto siswi berhijab. (foto: CNN Indonesia/Safir Makki)

Buntut Kejadian SMKN 2 Padang

Buntut viralnya unggahan video berdurasi 25 menit 24 detik bernada protes dari Elianu Hia orang tua seorang siswi nonmuslim yang diminta mengenakan hijab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, memunculkan polemik publik dan tanggapan berbagai pihak meruap ke berbagai media, baik media mainstream arus utama maupun media sosial. Kejadian itu langsung ditanggapi cepat oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Menurut Mendikbud, kejadian SMKN 2 Padang merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman. ”Bukan saja melanggar undang-undang, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan,” kata Nadiem.

Nadiem menegaskan, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada siswa untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. ”Apalagi jika tidak sesuai agama atau kepercayaan siswa dan siswi,” tegas Nadiem. Kepala SMKN 2 Padang, Rusmadi, mengaku sudah lama menginstruksikan kepada seluruh jajarannya, agar tidak boleh menyentuh siswi non-muslim, karena itu melanggar Hak Asasi Manusia. ”Ya saya sudah instruksikan lama, agar siswi non-muslim biarkan saja pakaiannya mereka seperti itu, agar tidak terjadi yang tidak diinginkan seperti ini.”

Tetapi, di SMKN 2 Padang ada banyak siswi nonmuslim. Ada siswi nonmuslim lainnya merasa tidak keberatan mengenakan hijab (kerudung) ke sekolah. Mereka merasa biasa saja dan nyaman-nyaman saja. Bahkan ada yang sejak SMP sudah terbiasa mengenakan hijab yang membuat dirinya seperti siswi beragama Islam, baginya tidak ada paksaan. Padahal, bisa saja dia melakukan protes atau pengecualian untuk tidak mengenakan hijab. Namun, hal itu tidak dia lakukan, alasannya demi ada keseragaman dan tidak mencolok adanya perbedaan dengan teman-temannya yang mayoritas beragama Islam dan memakai  kerudung.

PGI Anggap Selesai

Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Sumatra Barat Pendeta Titus Wadu mengatakan pihaknya menilai persoalan penggunaan jilbab di SMKN 2 Padang sudah selesai. Dia menganggap persoalan ada salah satu siswi nonmuslim SMK N 2 yang keberatan memakai jilbab di sekolah tidak harus sampai kepada persoalan agama dan persoalan hukum. Baginya persatuan antarumat beragama jauh lebih penting sehingga jangan sampai terpecah akibat satu persoalan kecil.

”Bagi kami persoalan ini bukan atas nama agama atau lembaga. Kita bersama-sama harus bijak. Menjaga persaudaraan sesama umat manusia dan sebangsa,” kata Titus di Padang, Rabu (27/1). Titus Wadu menilai persoalan jilbab di SMK 2 ini menjadi viral karena adanya penerapan aturan yang keliru dari pihak sekolah. Dia berharap persoalan ini sudah selesai dengan didudukkan secara bersama secara musyawarah dan mufakat.    

SKB 3 Menteri terkait Seragam

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi menerbitkan SKB 3 Menteri. Isi SKB 3 Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Menteri Agama optimis lahirnya SKB 3 Menteri akan mampu menguatkan sikap toleransi dan saling kesepahaman antar pemeluk agama di sekolah. Ia mengaku, terbitnya SKB 3 Menteri ini dilatarbelakangi nilai keagamaan dan keyakinan seluruh agama yang mengajarkan perdamaian, menyelesaikan perbedaan dengan baik, dan saling menghormati.

”Lahirnya SKB 3 Menteri ini juga diharapkan mampu mencegah muculnya konflik yang bersumber dari nilai agama,” ungkapnya secara daring, Rabu (3/2/2021). ”Regulasi ini juga bukan dasar kelompok atau sekolah untuk memaksakan atribut keagamaan tertentu, melainkan agar masing-masing pemeluk agama saling memahami dan bersikap toleransi,” katanya.

Secara jelas SKB 3 Menteri memberikan mandat kepada Kementerian Agama. Isi mandat itu agar bisa melakukan pendampingan praktik agama yang moderat kepada pemerintah daerah dan sekolah. Kementerian Agama juga bisa mempertimbangkan pemberian dan penghentian sanksi bagi pelanggar yang mewajibkan seragam kekhususan di sekolah negeri.

Empat Aturan Pokok

Secara rinci, ada empat aturan pokok dalam SKB tiga menteri. Pertama, siswa, guru, dan tenaga kependidikan di sekolah negeri pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa kekhususan agama tertentu. Kedua, pemda dan sekolah memberikan kebebasan kepada siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut tanpa kekhususan agama tertentu.

Ketiga, dalam rangka melindungi hak siswa, guru, dan tenaga kependidikan, maka pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan hingga melarang penggunaan pakaian seragam kekhususan agama tertentu. Keempat, pemda atau kepala sekolah harus mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam kekhususan agama tertentu. ”Paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 Menteri ini ditetapkan,” pungkas Menag.

Enam Keputusan Utama

Nadiem mengungkapkan, di dalam SKB 3 Menteri, ada enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri. ”Bila tidak dipatuhi, maka akan ada beberapa sanksi yang akan diberikan,” ucap Nadiem, seperti ditulis, Kamis (4/2/2021). Enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri, yaitu: pertama, SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Kedua,  peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama. Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Ketiga, Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Keempat, Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 Menteri ini ditetapkan. Kelima, jika terjadi pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri ini, maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar: Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota.

Selanjutnya, Kementerian Dalam Negeri akan memberikan sanksi kepada gubernur. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memberikan sanksi kepada sekolah terkait bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kementerian Agama akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan bisa memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.

Keenam, siswa, guru, dan tenaga kependidikan beragama islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama tiga menteri ini. ”Ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh,” jelas dia. Nadiem mengaku, masyarakat harus terlibat dalam keputusan pakaian seragam dan atribut di sekolah negeri ini. ”Jadi SKB 3 Menteri ini masyarakat harus terlibat, baik orang tua, murid, dan guru,” tukas Nadiem Makarim.

Keragaman Diakui UUD 45

Hidayat Nur wahid (HNW) menilai kehadiran SKB yang diterbitkan Mendikbud, Menag, dan Mendagri, tidak mempertimbangkan secara komprehensif realitas dan aspek lokalitas yang ada di masyarakat masing-masing daerah di Indonesia. Padahal keragaman itu diakui oleh UUD NRI 1945 sebagai bagian dari Bhinneka Tunggal Ika. ”Karena memang banyak daerah yang adat istiadatnya terintegrasi dengan ajaran agama, seperti di Sumatera Barat atau Banten. Bukan hanya di Aceh yang dikecualikan dalam SKB tersebut (diktum no 6),” ujarnya.

Lebih lanjut HNW mengatakan masyarakat tentu akan mengkaitkan penerbitan SKB ini dengan peristiwa di Kota Padang beberapa waktu lalu. Pada peristiwa itu, ada siswi nonmuslim yang merasa diwajibkan mengenakan jilbab. Padahal, tidak ada ketentuan perda yang mewajibkan siswi nonmuslim untuk berjilbab. Bahkan banyak siswi nonmuslim yang sudah memberikan kesaksian, kalaupun mereka berjilbab saat ke sekolah, itu karena pilihan mereka sendiri, bukan pemaksaan oleh sekolah.

Menurut HNW, persoalan inipun sudah selesai, dengan diperbolehkannya siswi nonmuslim tersebut untuk tidak mengenakan jilbab yang menjadi seragam sekolah negeri di Padang. ”Masalah pun selesai. Kebijakan toleransi dan tidak mewajibkan sudah dilakukan. Karena sejak awal memang tidak ada kewajiban berjilbab bagi siswi nonmuslimah. Dan memang seharusnya begitu, karena Islam melarang adanya pemaksaan dalam beragama,” ujarnya.


rujukan:

-       https://www.republika.co.id/

-       https://www.kompas.com/

-       https://news.detik.com/



baca juga:

https://www.republika.co.id/berita/qnj72i409/opini-siswi-nonmuslim-smkn-2-kenakan-jilbab-di-sekolah

https://www.kompasiana.com/agilshabib/600e1327d541df33de495ed2/aturan-siswi-non-muslim-pakai-jilbab-vs-karyawati-muslim-lepas-jilbab-what-s-going-on-with-our-tolerance

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan