Langsung ke konten utama

Tapis dan Siger Lampung Mendunia

Tapis, kain khas Lampung memukau peserta olimpiade Rio de Janeiro, Brazil yang datang dari berbagai negara. Tak hanya Tapis tapi juga Siger, yaitu mahkota khas yang biasa dikenakan pasangan pengantin dalam upacara adat disaat hari pernikahan mereka.


Mengapa Tapis dan Siger Lampung memukau di acara parade peserta olimpiade? Karena motif Tapis Lampung mengubah seragam yang dikenakan para atlet dari sekadar seragam biasa menjadi luar biasa. Perpaduan motif Tapis dan motif Burung Garuda dengan warna merah di atas warna busana yang putih, telah mengukuhkan simbol merah putih sebagai warna Bendera Pusaka Indonesia dan lambang negara Burung Garuda.


Sebagai kain tradisional khas Lampung, Tapis memiliki berbagai nama. Di antaranya Tapis Balak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Ratu Tulangbawang, Tapis Cucuk Pinggir, Tapis Kaca, Tapis Inuh, Tapis Rajo Medal.

Sedangkan ragam motifnya juga macam-macam, seperti motif manusia, motif flora dan fauna, kalau binatang berupa burung dan kalau tumbuh-tumbuhan berupa bunga, motif alam benda (kereta gajah), motif candi, motif gunung pesilu atau dewa sano, motif gunung umpu, motif gunung butali, motif sasap, motif limar sekebar, motif kapal pelepai.


Tapis juga digolongkan tingkatannya menurut pemakainya:
Pertama, Tapis Jung Sarat; yakni kain tapis yang dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok istri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar (adok), pengantin serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.

Kedua, Tapis Raja Tunggal; dipakai oleh istti kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat, pengambilan gelar pangeran dan sutan. Di daerah Abung, Lampung Utara, dipakai oleh gadis-gadis dalam menghadiri uacara adat.


Ketiga, Tapis Raja Medal; dipakai oleh kelompok istri kerabat paling tua (tuho penyimbang) pada upacara perkawinan adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar pangeran dan sutan. Di daerah Abung, Lampung Utara, tapis ini digunakan oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat.

Keempat, Tapis Laut Andak; dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada acara adat cangget. Dipakai juga oleh Anak Benulung istri (istri adik) sebagai pengiring pada upacara pengambilan gelar sutan serta dipakai juga oleh menantu perempuan pada acara rngambilan gelar sutan.

Kelima, Tapis Balak; dipakai oleh kelompok adik perempuan dan kelompok istri anak seorang yang sedang mengambil gelar pangeran pada upacara pengambilan gelar atau pada upacara mengaeinkan anak. Tapis ini dapat juga dipakai oleh muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.

Keenam, Tapis Silung; dipakai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...