Perjalanan
”Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. Al-Israa’ [17] : 1)
Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw diperingati setiap
tahun oleh umat muslim di dunia. Hikmah terbesar dari peristiwa Isra’ Mi’raj
adalah perintah mendirikan salat dalam lima waktu. Disebutkan dalam suatu
hadits Nabi bahwa salat adalah tiang agama (ash-shalatu ’imaduddin).
Maka, barangsiapa yang mendirikan salat, sama halnya dia telah mengokohkan
tiang agama dan barangsiapa melalaikan salat, sama halnya dia telah merobohkan
tiang agama.
Hanya sebahagian manusia yang taat menjalankan perintah aqimish-shalatu (dirikanlah salat) itu,
sedang sebahagian lainnya merasa perintah mendirikan salat ibarat beban yang
memberatkan. Padahal salat akan memudahkan datangnya pertolongan.
”Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang khusyu’,
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 45-46).
Dijelaskan pula dalam suatu riwayat, bahwa kelak di hari
berbangkit semua manusia dikumpulkan di padang Makhsyar. Satu per satu akan
menerima buku catatan amal. Sesiapa yang amal perbuatan baiknya lebih banyak
dari perbuatan buruknya, akan menerima buku dengan tangan kanannya. Sebaliknya,
barangsiapa yang bergelimang dosa sehingga amal perbuatan buruk lebih banyak
dari amal baiknya, maka akan menerima buku dengan tangan kirinya.
![]() |
tampak tampilan kolom ”Kacamata Zabidi Yakub” di LE, 18 Mei 2015 |
”Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan member kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (Q.S. Yaa Siin [36] : 65)
Dikisahkan pula, bahwa satu per satu manusia akan dihisab
(ditimbang) amal perbuatannya selama hidup di dunia. Amalan pertama yang akan dihisab
adalah salat. Baru menyusul kemudian amalan lainnya. Bagi manusia yang taat mendirikan
salat, sudah tentu timbangan amalnya lebih bernilai daripada dia bersedekah
atau perbuatan baik lainnya tapi melalaikan salat.
Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut, Nabi Muhammad Saw
melanjutkan perjalanan dakwahnya menyebarluaskan ajaran agama Islam.
Memperbaiki akhlak umatnya, agar bisa menegakkan perbuatan yang makruf dan
menjauhkan diri dari kemungkaran. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, ditunjuk empat
khalifah secara bergantian untuk meneruskan dakwah kenabian Muhammad Saw,
menyempurnakan akidah dan akhlak umat manusia.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi, diperintahkan untuk
menjaga diri dan keluarganya dari ancaman api neraka. Dengan jalan beristikomah
menjalankan ibadah dan muamalah sesuai tuntunan Kitab Suci Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah Saw. Yang intinya adalah mendirikan salat, sebagaimana diperintahkan
kepada Muhammad Saw saat menghadap Allah Swt di Sidratul Muntaha. ”Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat….” (Q.S. Thahaa [20] : 132).
Tapi, seiring perjalanan waktu, sebahagian manusia terbius
godaan kehidupan dunia dan melupakan kehidupan akhirat. Kenyataan demikian ditunjukkan
semakin banyak yang terjerat perilaku koruptif, manipulatif, diskriminatif, memburu
tahta, menumpuk harta, memperdusta wanita. Trilogi (harta, tahta, wanita)
adalah godaan terbesar bagi manusia (laki-laki).
Para pelaku korupsi diibaratkan sebagai orang yang belum
tercerahkan, karena mata batinnya lamur oleh persoalan keduniawian. Silau pada
tahta, harta, dan wanita, lalu mengupayakannya dengan menghalalkan segala cara.
Padahal, sejatinya salat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar
seperti korupsi dan lainnya.
Dalam perjalanan kerasulannya mendakwahkan ajaran Islam,
Rasulullah Saw pernah suatu ketika ditawari oleh Abu Sofyan (pembesar Quraisy),
tentang tahta, harta, wanita. Tapi, Rasulullah tidak tertarik dan tetap memilih
kemuliaan Islam. Setelah 15 abad Islam hadir di muka bumi, masalah harta-tahta-wanita,
jangankan ditawari justru orang terobsesi untuk memburunya. Hanya orang yang
benar-benar tahan uji yang bisa terhindar darinya.
Hakikat kehidupan yakni menuntaskan perjalanan menuju
akhirat, sering terabai oleh silaunya keduniawian seolah akan kekal di dunia,
dan buta pada urusan ukhrawi seolah tidak akan mati. Digambarkan dalam Al-Quran
Surah Al-Hadid [57] : 20, bahwa; Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan dan sesuatu yang melalaikan dan kesenangan yang menipu. ”Dalam
falsafah hidup orang Jawa dikenal peribahasa; urip mung mampir ngombe
(hidup di dunia ini singkat, seperti orang sedang mampir minum).
Kalau kehidupan di dunia hanya sekedar mampir minum, lalu
agar dalam menempuh perjalanan menuju akhirat tidak bakal kepayahan tentu
dibutuhkan bekal. Bekal yang bermanfaat adalah amal kebajikan yang dikumpulkan
dengan jalan takwa. Alloh Swt memang memerintahkan; ”Berbekallah, sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.” (QS Al-Baqarah [2] : 197.
Perjalanan hidup di dunia memang tak bisa lepas dari
kecukupan materi, manusia tidak boleh antimateri dan antiduniawi. Namun,
alangkah baiknya dalam mencari materi menggunakan cara yang halal. Dan apa yang
dimiliki (tahta, harta, kekuasaan dan pikiran) hendaknya ditransformasikan
menjadi cahaya ketakwaan. ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Alloh dengan sebenar-benar takwa; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran [3] : 102).
Sabtu, 27 Rajab 1436 Hijriah
Sabtu, 27 Rajab 1436 Hijriah
| Warahan | LAMPUNG EKSPRES | Senin, 18 Mei 2015 |
Komentar
Posting Komentar