Bangkit

Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan 
dibangkitkan. Katakanlah: ”Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar 
kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang 
telah kamu kerjakan,” yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh.
(Q.S. Ath-Thalaaq [65] : 7)

Pertengah pekan lalu saya diserang Vertigo. Terus terang, saya memang belum pernah naik permainan Bianglala. Karenanya, terbetik tanya bagaimana asyiknya mereka yang tiap piknik ke TMII, tak akan melewatkan naik Bianglala yang memacu adrenalin. Namun, saat diserang Vertigo, meski dalam posisi berebah, saya merasa seperti berputar (kepala ke bawah terus naik ke atas silih berganti) persis seperti sedang naik Bianglala. Sedikit terbayang, barangkali seperti itu rasanya naik Bianglala.
Yang saya khawarirkan kalau sampai terjerembab jatuh dan tak bisa bangkit lagi. Padahal saat itu sedang diperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-107. Masa’ saya terpuruk sementara orang-orang di manapun membangkitkan semangat. Para aktivis organisasi massa, mahasiswa dengan BEMnya dari berbagai perguruan tinggi di pelosok negeri berbondong-bondong ke Jakarta untuk demo di depan Istana Kepresidenan. Katanya, ingin menuntut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya, karena dinilai programnya tidak prorakyat.
tampak tampilan kolom”Kacamata Zabidi Yakub” di koran LE, 25 Mei 2015

Bangkitnya semangat pemoeda Indonesia di zaman perjuangan, tak lain ingin merdeka dari penjajahan Belanda, sehingga bisa berdiri pada kaki sendiri. Kebangkitan Nasional ditandai dua peristiwa penting, yaitu berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928.
Disemangati perjuangan Boedi Oetomo dan kawan-kawannya di atas, saya pun berjuang untuk tetap bisa bangkit. Jangan sampai tersandera Vertigo yang tak nyaman. Bangkit dalam arti terbebas dari penyakit yang kelihatannya sepele tapi dampaknya akan luar biasa bila dibiarkan tanpa penanganan serius. Tidak bisa disederhanakan misalnya bangkit namun disangga tongkat kruk yang dikepitkan di ketiak tangan kiri-kanan agar tetap bisa berjalan.
Menurut WHO, sehat adalah keadaan sejahteranya badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Agar senantiasa sehat, yang urgensi diperhatikan adalah pola hidup dan pola makan. Kebersihan badan dan lingkungan harus dijaga, makanan sehat harus diperhatikan. Di tengah maraknya peredaran makanan tidak sehat (mengandung formalin dan boraks) bahkan beras sintetis. Itu pengupayaan sehat secara preventif.
Sedang pengupayaan sehat secara kuratif adalah melalui pengobatan. Idealnya manusia hidup berkehendak senantiasa sehat, tapi tak dipungkiri Alloh Swt akan menimpakan penyakit akibat kesalahan manusia itu sendiri. Itu sebagai hukuman atau semacam teguran atas kelalaian yang telah diperbuat. Atau bentuk ujian sejauh mana manusia ikhlas menerima dan menjalaninya. Alloh Swt berfirman: ”Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 286)

Kelalaian yang paling sederhana adalah lalai bersyukur atas nikmat sehat, dan lalai atas waktu luang yang banyak. Kedua nikmat (sehat dan waktu luang) ini kelak akan dipertanggungjawabkan pada saat Hari Berbangkit. Alloh Swt berfirman: ”Yang namanya nikmat adalah badan, pendengaran dan penglihatan yang dalam keadaan sehat. Alloh kelak akan menanyakan mengenai nikmat tersebut untuk apakah dimanfaatkan? Alloh yang pasti mengetahui hal itu.” (Q.S. At-Takaatsur [102] : 8)

Bagi saya, bangkit dari deraan Vertigo adalah suatu keniscayaan. Sebab hidup secara normal dalam keadaan sehat badan, pendengaran dan penglihatan adalah modal terbesar agar tetap bisa melangsungkan kehidupan. Demi sehat badan itulah, saya menempuh upaya mengenyahkan Vertigo dengan mencari tahu sebabnya apa. Lalu menata ulang pola hidup sebenarnya. Jangan lagi bila sudah di depan laptop lalu lupa makan. Sebab, makan penting bagi jasmani, agar nikmat badan tercapai. Bila nikmat badan diraih, akan sampai pula pada nikmat pendengaran dan penglihatan.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw bersabda: ”Tidaklah Alloh turunkan penyakit kecuali Alloh turunkan pula obatnya.” Dengan sandaran Sabda Nabiulloh Saw ini, sejatinya sesiapa yang didera penyakit, tidak boleh berputus asa untuk berjuang mencari jalan menuju kesehatan. Banyak cara untuk terhindar dari penyakit, bagi yang masih sehat Nabi Saw mensunnahkan untuk mencapai keseimbangan. ”makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang” mengandung filosofi menyeimbangkan antara ruang bagi makanan, air, dan udara, di dalam rongga perut.
Fungsi keseimbangan rongga perut agar tidak mengganggu aktivitas manusia. Bila terlampau lapar tidak bergairah bekerja dan khusyuk beribadah (salat). Bila terlampau kenyang akan mengantuk, dan bila diperturutkan tidur ada kemungkinan pekerjaan terbengkalai dan ibadah pun lalai. Ajaran Rasululloh Saw yang lebih baik lagi dijalankan untuk membuat sehat badan, pendengaran dan penglihatan, adalah mendawamkan puasa (shaum) Senin-Kamis atau Daud.
Bangkit dari Vertigo suatu keniscayaan untuk saya perjuangkan. Aktivitas kerja dan ibadah itulah motivasi kuatnya. Bukan berarti kalau sedang sakit lalu tidak bisa bekerja dan beribadah. Tapi, tentu kesempurnaan tatalaksananya berbeda. Buktinya, almarhum Ferrasta Soebardi atau Pepeng, sejak separuh tubuhnya (dari pinggang ke kaki) lumpuh karena mengidap penyakit langka Multiple Sclerosis, tapi dia tetap mendirikan salat meski menyucikan diri hanya dengan tayamum dan salatnya berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda. Itu dilakukannya sebagai wujud ketakwaan dan bentuk penghambaan diri kepada Sang Khalik. Perkara nilainya, sepenuhnya Alloh Swt Yang Maha Menentukan (Yaa Muqtadir).
Setiap penyakit ada obatnya dan setiap masalah ada jalan keluarnya. Kalaupun upaya maksimal mencari kesembuhan telah dilakukan namun belum juga sehat, itu bukan berarti Alloh Swt tak sayang kepada hamba-Nya. Adakalanya orang menggerutu manakala ditimpa kemalangan. Demikian itu memang sudah watak alamiah manusia. Bila diberi nikmat akan lupa diri, bila diberi musibah akan berkeluh kesah. Dianugerahi kesenangan sebaiknya bersyukur, dan bila diberi ujian dengan kesengsaraan sebaiknya tawakal menerima.
Hidup di dunia hanya sementara. Ibarat perjalanan, hanya mampir minum. Sehat sangat berharga nilainya. Karenanya, saya ingin sehat dan bebas dari deraan Vertigo. Bangkit dari vertigo, sekali lagi, suatu keniscayaan. Agar pemanfaatan sehat badan, pendengaran, dan penglihatan, bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana Firman Alloh Swt: ”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya,” (QS. Al-Isra’ [17] : 36)

Bangkit dari Vertigo hanyalah bangkit sementara dalam kehidupan. Yakni dari kondisi sakit kembali pada keadaan sehat sediakala. Mungkin tak lazim bersyukur atas ditimpakan Alloh penyakit, sebab lazimnya orang bersyukur bila dilimpahi rezeki. Tapi, bagi saya, meski tak melafalkan Hamdalah atas Vertigo yang menimpa, namun patut saya syukuri ini sebagai bentuk sayangnya Alloh dengan menguji agar semangat untuk bangkit. Saya terhibur oleh firman Alloh Swt berikut: ”Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Q.S. Ali Imran [3] : 145)

Berharap senantiasa dilimpahi nikmat sehat, saya haturkan syukur ke Hadirat Ilahi Rabbi. Alhamdulillah wasyukurillah atas perkenan Alloh Swt membuat saya bangkit dari Vertigo. Alloh Swt berfirman: ”Barangsiapa bersyukur, maka akan Aku tambahkan nikmat-Ku. Dan barangsiapa ingkar, sungguh azab-Ku sangat pedih.” Saya ikhlas atas Vertigo yang melanda, dan mengambil hikmahnya. Bangkit dari Vertigo, hanyalah sementara. Bangkit dari alam kubur, itulah bangkit sebenarnya.

| Warahan | LAMPUNG EKSPRES | Senin, 25 Mei 2015 |


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan