Bagaimana Seharusnya Demokrasi Itu
Jalan Demokrasi
mereka telah membangun tembok penjara bagi mereka sendiri
tak pernah sepenuhnya mereka sadari
sesungguhnya yang mereka lakukan
akan membuat mereka kian terperangkap
seekor burung takkan bisa terbang hanya dengan sebelah sayap
mereka itu, legislatif dan eksekutif
tak ubahnya bagai burung-burung yang memiliki sebelah sayap
yang sama-sama memaksakan diri untuk bisa terbang
mereka hanya bisa terbang kalau mau berpelukan erat satu sama lain
kalau satu dengan yang lain, legislatif dan eksekutif
bersikukuh mempertahankan egoisnya masing-masing
karya nyata apa yang bisa dipersembahkan pada anak negeri ini
RAPBD yang dibutuhkan untuk biaya pembangunan
pembahasannya dihambat-hambat
dengan cara apa mewujudkan kesejahteraan anak negeri ini
bagaimana cara menilai bahwa punya moral kelompok penghambat itu
kalau memang bermoral,
ke mana moral itu tatkala mereka abaikan ajakan eksekutif
secara baik-baik untuk sam-sama membahasnya
ke mana moral itu ketika rapat digelar tetap ingkar menghadiri
ke mana moral itu jika hanya mau terima honor tanpa mau kerja
keberhasilan bisa diraih dengan menjaga keseimbangan
antara berpikir dan bertindak
berpikir tanpa bertindak hanyalah kata-kata kosong
bertindak tanpa berpikir cerminan dari ketololan
siapa di antara mereka yang layak kita percaya
mereka saling memborgol diri
ke dalam penjara-penjara kecurigaan, kebencian, dan ketakutan
sesama legislatif saling curiga, saling benci, saling serang, akhirnya saling takut
sesama eksekutif membungkam suara yang iramanya senada
yang ada suara masing-masing… sumbang terdengar
sudah membatukah hati-hati itu
legislatif dan eksekutif saling curiga dan benci satu sama lain
karena mereka sama-sama yakin
bahwa itulah pilihan yang paling baik dan layak dilakukan
jadinya kian terperangkap, kian terperosok dalam keberlarutan
dan aku, engkau, juga mereka yang di dapurnya krisis sembako
yang anak-anaknya menderita gizi buruk, busung lapar akibat kurang pangan
ikut-ikutan terjebak dan terperosok ke dalam jurang putus asa
kenestapaan dan frustrasi masal terjadi di mana-mana
di perkampungan becek dan kumuh
di gang-gang sempit, di lorong-lorong pasar yang amis
suara pembicaraan yang terdengar aneh-aneh
hal yang dibicarakan pun berbagai macam rupa
“kupon BLT yang hilang, yang digadaikan pada rentenir,
dan yang dibagikan pada orang yang tidak sepatutnya”
semua menyiratkan kesengsaraan rakyat
masihkah sekelompok legislatif yang ambil honor tanpa kerja itu
tetap dungu dan membatu hati nuraninya
tapi ada yang membuat hati ini terhibur
sikap kyai yang tak pernah mau menyerah
dengan legowo tak henti-hentinya terus menerus mengajak
dan ulurkan sebelah sayapnya untuk bergandengan,
berpegangan erat agar bisa terbang bersama-sama
sikap kyai yang tegar pada ujian, yang kokoh pada pendirian
sikap kyai yang tetap istikomah menjalankan amanah
sikap yang mengerti betul bagaimana menjunjung pesenggiri
kesulitan adalah ujian bagi hati sepanjang masa kehidupan
dan senyum yang bersinar melalui pancaran luh mata
adalah senyuman menyejukkan derita anak negeri ini
adalah senyuman yang di baliknya tersembunyi kekuatan dan keajaiban
berjam-jam ia persiapkan naskah pidato
begitu tampil di hadapan wisudawan Universitas Oxford
hanya tiga kata yang dia ucapkan: “never give up”
dan kyai memang tak pernah mau berhenti
mengajak dan terus mengajak bergandengan
untuk sama-sama membangun dan sejahterakan rakyat
jadi teringat pula Nelson Mandela dan Kim Dae Jung
setumpuk derita yang mereka berdua alami
dipenjara, disikasa, mau dihilangkan dari muka bumi
semuanya tidak membuat keduanya lantas berhenti berjuang
dan ketika keduanya muncul jadi pemimpin
keduanya tetap mau berpelukan
bersama orang yang dulu pernah menyiksa dan menyakiti mereka
SBY yang dikatai “kayak anak kecil”
tetap legowo dan mau bergandengan tangan
ya… inilah jalan demokrasi yang mesti kita lalui
terasa berat karena berbagai rintangan mengadang
demokrasi yang dikatakan Abraham Lincoln sebagai:
“pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”
pemerintahan yang ditegakkan dengan pondasi demokrasi
bisa jadi bentuk pemerintahan yang paling rumit dan sulit
akan banyak menemui pertentangan dan meletikkan ketegangan
dibutuhkan penyelenggara yang penuh kesabaran dan ketekunan
agar bisa melaksanakannya dengan penuh pertanggungjawaban
sikap sabar, tekun, dan tanggung jawab penuh penyelenggara
bisa jadi penaka bagi derita yang mendera massa
apa boleh buat kalau ranah psikologis telah direpresi politis
superego yang berlebihan telah memabukkan dan menjerat kesadaran
hingga mereka hanyut ke muara keterasingan satu sama lain
superego yang berlebihan melahirkan penyakit kejiwaan
penyakit yang mencemari palung hati dan mengerdilkan jiwa
hingga tak bisa terang membedakan yang benar dan salah
penyakit yang menyulut sekam permusuhan
hingga tak bisa terang jalan yang mesti ditempuh
superego yang berlebihan mestinya diredam dengan cinta kasih
agar bisa menyiram bara dendam
agar bisa tentukan pilihan terbaik: konsensus
agar bisa tentukan pilihan terbaik: akhiri konflik yang kompleks
kalau selama ini sepertinya kehilangan alamat
maka… inilah jalan pulang yang mesti kita lalui
maka… pulanglah ke ruang-ruang kerja
dengan satu bahasa: seia sekata, khagum mufakat
dengan satu rasa: saling pengertian, betik jejama
memang sejak awal sejarah adanya negeri ini
dibangun atas kepingan-kepingan kebhinekaan kultur
disulam menjadi sebuah tenunan yang mengikat
keberagaman kultur inilah acapkali meletikkan gesekan dan konflik
tapi, haruskah konflik dipelihara tanpa solusi
hingga mencerminkan homo humini lupus:
“manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”
saling cakar lalu tercabik-cabiklah kerukunan
bukankah keragaman kultur yang telah dibingkai “sai bumi ruwa jurai”
bisa lebih memuliakan harkat dan martabat manusia
karena sebenarnya homo humini socius:
“manusia adalah sahabat bagi manusia lainnya”
saling asah, saling asih, saling asuh pepadun dan sai batin
nengah nyappur – sakai sambayan – beguai jejama
bukankah mereka yang pendatang saja:
rumangsa melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani
ah… mari kita dengarkan dagelan senja hari agar terhibur hati
Kemiling, 22 Maret 2006
Terpublikasi pada halaman KARYA BUDAYA, LAMPUNG EKSPRES, SABTU, 25 MARET 2006
Glosarium:
legowo : lapang dada, ikhlas menerima (bhs. jawa)
pesenggiri : pantang mundur, teguh pendirian, kokoh sikap (bhs. lampung)
khagum mufakat : seia sekata, sepakat, kebersamaan (bhs. lampung)
betik jejama : hubungan baik antarsesama (bhs. lampung)
nengah nyappur : bergaul, bermusyawarah dan mufakat (bhs. lampung)
sakai sambayan : bekerja sama, tolong menolong dan gotong royong (bhs. lampung)
beguai jejama : bekerja sama (bhs. lampung)
pepadun dan saibatin : dua macam jurai dalam masyarakat lampung
rumangsa melu handarbeni : merasa ikut memiliki (bhs. jawa)
wajib melu hangrungkebi : berkewajiban (bertanggung jawab) ikut menjaga (membela) (bhs. jawa)
mulat sarira hangrasa wani : mawas diri, untuk kemudian berani bersikap (bhs. jawa)
PS. Sajak ini saya tulis setelah merasa jengah “menyaksikan” perseteruan antara sekelompok anggota DPRD Provinsi Lampung [yang dimotori Indra Karyadi (Ketua Dewan dari GOLKAR) cs dan partai lainnya yang mendukung] melawan Pemerintahan Gubernur & Wakil Gubernur Lampung. Dan juga ketidakharmonisan antara Sjachroedin ZP (Kyai Oedin) Gubernur Lampung (PDIP) dengan Syamsuria Ryacudu Wakil Gubernur (GOLKAR). Di mana sekelompok anggota DPRD tidak mau menghadiri rapat pembahasan RAPBD TA 2006 namun menandatangani penerimaan honor, konflik ini berujung DPRD mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 15 Tahun 2005 atau yang terkenal dengan SK 15, yang intinya tidak mengakui eksistensi Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung masa bakti 2004-2009 ini. Terhambatnya pengesahan APBD membuat terhambatnya pembiayaan pembangunan di daerah Lampung berakibat infrastruktur dan proyek lainnya terbengkalai, juga memurukkan kehidupan rakyat ke dalam jurang kesengsaraan.
Namun, Sjachroedin sebagai gubernur tetap legowo mendapati perlakuan demikian, dan tetap optimis menjalankan amanah yang dipikulnya. Tak henti-henti beliau mengetuk hati anggota dewan untuk bersama-sama membahas RAPBD. Apa lacur, dari 65 orang anggota dewan, hanya 22 orang yang mau membahas RAPBD Lampung TA 2006. Tapi, Syamsuria sebagai Wagub dari GOLKAR posisinya serba salah. Dia sebagai kader GOLKAR tapi tidak diakui eksistensinya oleh legislator GOLKAR itu sendiri, keadaan ini membuatnya sulit menempatkan diri, akhirnya memicu ketidak-harmonisannya dengan Gubernur.
begitu tampil di hadapan wisudawan Universitas Oxford
hanya tiga kata yang dia ucapkan: “never give up”
dan kyai memang tak pernah mau berhenti
mengajak dan terus mengajak bergandengan
untuk sama-sama membangun dan sejahterakan rakyat
jadi teringat pula Nelson Mandela dan Kim Dae Jung
setumpuk derita yang mereka berdua alami
dipenjara, disikasa, mau dihilangkan dari muka bumi
semuanya tidak membuat keduanya lantas berhenti berjuang
dan ketika keduanya muncul jadi pemimpin
keduanya tetap mau berpelukan
bersama orang yang dulu pernah menyiksa dan menyakiti mereka
SBY yang dikatai “kayak anak kecil”
tetap legowo dan mau bergandengan tangan
ya… inilah jalan demokrasi yang mesti kita lalui
terasa berat karena berbagai rintangan mengadang
demokrasi yang dikatakan Abraham Lincoln sebagai:
“pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”
pemerintahan yang ditegakkan dengan pondasi demokrasi
bisa jadi bentuk pemerintahan yang paling rumit dan sulit
akan banyak menemui pertentangan dan meletikkan ketegangan
dibutuhkan penyelenggara yang penuh kesabaran dan ketekunan
agar bisa melaksanakannya dengan penuh pertanggungjawaban
sikap sabar, tekun, dan tanggung jawab penuh penyelenggara
bisa jadi penaka bagi derita yang mendera massa
apa boleh buat kalau ranah psikologis telah direpresi politis
superego yang berlebihan telah memabukkan dan menjerat kesadaran
hingga mereka hanyut ke muara keterasingan satu sama lain
superego yang berlebihan melahirkan penyakit kejiwaan
penyakit yang mencemari palung hati dan mengerdilkan jiwa
hingga tak bisa terang membedakan yang benar dan salah
penyakit yang menyulut sekam permusuhan
hingga tak bisa terang jalan yang mesti ditempuh
superego yang berlebihan mestinya diredam dengan cinta kasih
agar bisa menyiram bara dendam
agar bisa tentukan pilihan terbaik: konsensus
agar bisa tentukan pilihan terbaik: akhiri konflik yang kompleks
kalau selama ini sepertinya kehilangan alamat
maka… inilah jalan pulang yang mesti kita lalui
maka… pulanglah ke ruang-ruang kerja
dengan satu bahasa: seia sekata, khagum mufakat
dengan satu rasa: saling pengertian, betik jejama
memang sejak awal sejarah adanya negeri ini
dibangun atas kepingan-kepingan kebhinekaan kultur
disulam menjadi sebuah tenunan yang mengikat
keberagaman kultur inilah acapkali meletikkan gesekan dan konflik
tapi, haruskah konflik dipelihara tanpa solusi
hingga mencerminkan homo humini lupus:
“manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”
saling cakar lalu tercabik-cabiklah kerukunan
bukankah keragaman kultur yang telah dibingkai “sai bumi ruwa jurai”
bisa lebih memuliakan harkat dan martabat manusia
karena sebenarnya homo humini socius:
“manusia adalah sahabat bagi manusia lainnya”
saling asah, saling asih, saling asuh pepadun dan sai batin
nengah nyappur – sakai sambayan – beguai jejama
bukankah mereka yang pendatang saja:
rumangsa melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani
ah… mari kita dengarkan dagelan senja hari agar terhibur hati
Kemiling, 22 Maret 2006
Terpublikasi pada halaman KARYA BUDAYA, LAMPUNG EKSPRES, SABTU, 25 MARET 2006
Glosarium:
legowo : lapang dada, ikhlas menerima (bhs. jawa)
pesenggiri : pantang mundur, teguh pendirian, kokoh sikap (bhs. lampung)
khagum mufakat : seia sekata, sepakat, kebersamaan (bhs. lampung)
betik jejama : hubungan baik antarsesama (bhs. lampung)
nengah nyappur : bergaul, bermusyawarah dan mufakat (bhs. lampung)
sakai sambayan : bekerja sama, tolong menolong dan gotong royong (bhs. lampung)
beguai jejama : bekerja sama (bhs. lampung)
pepadun dan saibatin : dua macam jurai dalam masyarakat lampung
rumangsa melu handarbeni : merasa ikut memiliki (bhs. jawa)
wajib melu hangrungkebi : berkewajiban (bertanggung jawab) ikut menjaga (membela) (bhs. jawa)
mulat sarira hangrasa wani : mawas diri, untuk kemudian berani bersikap (bhs. jawa)
PS. Sajak ini saya tulis setelah merasa jengah “menyaksikan” perseteruan antara sekelompok anggota DPRD Provinsi Lampung [yang dimotori Indra Karyadi (Ketua Dewan dari GOLKAR) cs dan partai lainnya yang mendukung] melawan Pemerintahan Gubernur & Wakil Gubernur Lampung. Dan juga ketidakharmonisan antara Sjachroedin ZP (Kyai Oedin) Gubernur Lampung (PDIP) dengan Syamsuria Ryacudu Wakil Gubernur (GOLKAR). Di mana sekelompok anggota DPRD tidak mau menghadiri rapat pembahasan RAPBD TA 2006 namun menandatangani penerimaan honor, konflik ini berujung DPRD mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 15 Tahun 2005 atau yang terkenal dengan SK 15, yang intinya tidak mengakui eksistensi Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung masa bakti 2004-2009 ini. Terhambatnya pengesahan APBD membuat terhambatnya pembiayaan pembangunan di daerah Lampung berakibat infrastruktur dan proyek lainnya terbengkalai, juga memurukkan kehidupan rakyat ke dalam jurang kesengsaraan.
Namun, Sjachroedin sebagai gubernur tetap legowo mendapati perlakuan demikian, dan tetap optimis menjalankan amanah yang dipikulnya. Tak henti-henti beliau mengetuk hati anggota dewan untuk bersama-sama membahas RAPBD. Apa lacur, dari 65 orang anggota dewan, hanya 22 orang yang mau membahas RAPBD Lampung TA 2006. Tapi, Syamsuria sebagai Wagub dari GOLKAR posisinya serba salah. Dia sebagai kader GOLKAR tapi tidak diakui eksistensinya oleh legislator GOLKAR itu sendiri, keadaan ini membuatnya sulit menempatkan diri, akhirnya memicu ketidak-harmonisannya dengan Gubernur.
Komentar
Posting Komentar