Amsal Kata
Pada Mulanya Kata
pada mulanya serakan kata
kata disusun, menjelma berita
berita melahirkan rasa:
suka cita, gundah gulana, dan angkara murka
suka cita karena berita menyanjung dia
gundah gulana karena berita membuncahkan pikirannya
angkara murka karena berita mencemari nama baiknya
ah… betapa ajaibnya kata
pada mulanya serakan kata
kata disusun, terbit SK
SK ternyata menimbulkan pertentangan antarmereka
kepentingan elit dipertarungkan
sedang kepentingan orang banyak diabaikan
ah… betapa bermukjizatnya kata
betapa berartinya selembar SK
bagi pegawai honorer yang kemarin lulus jadi pegawai negeri
setelah belasan tahun mengabdikan diri
melayani masyarakat dengan tekun, lapang dada, dan rendah hati
cerminan orang yang mengerti makna perjuangan
bahwa harus ada tetes keringat yang patut dikorbankan
yakni teguh pada sikap diri untuk semata melayani
bukan bersandar pada impian jadi pegawai negeri
mengapa pada diri para legislatif tak ada jiwa seperti mereka
bukannya mengabdi pada konstituen yang telah memilihnya
justru menyia-nyiakan amanah yang telah dipercayakan
cerminan orang yang tak paham cara berterima kasih
bahwa harus ada harga yang patut dibayarkan
yakni menyejahterakan, membawa kemaslahatan
bukan malah menyelewengkan amanah yang diembannya
pada mulanya serakan kata
kata disusun, jadi maklumat
maklumat ternyata memancing gugat
berita, SK, maklumat menimbulkan petaka, perkara, dan prahara
serakan kata terbit berita, muntah suara
berita yang kita baca, suara yang kita dengar menimbulkan gusar
ah… betapa keramatnya kata
mengapa mesti gusar karena berita
mengapa pula risau dengar suara parau pengunjuk rasa
kalau berita yang kit abaca dan pendemo suarakan semua
berdasar fakta nyata di depan mata
jika ada yang hendak memasung hak bersuara
berarti ada maksud mengebiri hak asasi warga Negara
jika ada pula yang berniat menggugat berita
ada baiknya belajar bagaimana mekanismenya
bukankah tersedia: hak jawab, hak koreksi, kewajiban koreksi 1)
yang bisa dipakai dalam menyelesaikan perkara karena berita
karena pewarta dapat perlindungan hukum dan punya hak tolak 2)
entahlah kalau punya penyakit asma 3)
ah… betapa berbisanya kata
Bandarlampung, akhir Maret 2006
1) Pasal 1 ayat 11, 12, 13 UU Pokok Pers No 40 Tahun 1999
2) Pasal 8 dan Pasal 4 ayat 4 UU Poko Pers No 40 Tahun 1999
3) Asma = asal mangap
Sajak ini saya tulis berdasar munculnya perseteruan yang dipicu berita. Pertama, berita tentang SK 15 Tahun 2005 yang diterbitkan DPRD Provinsi Lampung yang intinya tidak mengakui eksistensi Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung. Kedua, Seorang Anggota DPRD Kabupaten Lampung Utara yang juga Ketua Komisi B (Drs FR) mencemarkan nama baik Organja Najaya alias Enal. Lalu beritanya dilansir LAMPUNG EKSPRES setelah Redaktur Eksekutif-nya Fajrun Najah Ahmad melakukan konfirmasi dengan Enal. Atas berita tersebut Drs FR (tokoh Partai Bintang Reformasi) merasa keberatan dan mengeluarkan MAKLUMAT yang terbit di dua surat kabar (Lampung Post tanggal 23 dan 24 Maret 2006 dan Radar Lampung tanggal 24 Maret 2006), yang salah satu poin isinya berbunyi: “Bahwa saya merasa keberatan dan tidak memperkenankan kepada yth Sdr Fajrun Najah Ahmad untuk melakukan konfirmasi dan kegiatan jurnalistik, yang berhubungan dengan diri saya. Apabila hal ini tidak diindahkan maka saya akan melakukan upaya-upaya hukum.”
Atas dasar maklumat tersebut, Fajrun Najah Ahmad melaporkan Drs FR ke Polda Lampung dengan tuduhan pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan menghalang-halangi tugas jurnalistik sebagaimana diatur UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pokok Pers.
Mati Rasa
bukit camang… bocah malang
sama menderita… sama sengsara
bukit camang yang punggungnya tiap hari dikeroki
bocah malang yang busungnya tiap hari tak bergizi
sama kita saksikan setiap hari
sama kita tak tergerak hati mengatasi
karena kita sibuk dengan urusan sendiri
apa boleh buat… hanya gajah di seberang terlihat nyata
sedang semut di pelupuk mata tidak terasa
apa boleh buat… hanya adipura yang hendak digapai
sementara gizi buruk di depan balaikota terabai
bukit camang… bocah malang
terus digerus… terus tak terurus
sama kita saksikan setiap hari
sama kita tak berupaya menanggulangi
karena kita tak hendak beranjak diri
dari ruang duduk yang empuk gedung dewan
dari ruang duduk yang sejuk balaikota
karena lebih mengasikkan mengalkulasi dana
membagi-bagi anggaran: studi banding, kunjungan kerja
membuat kita lupa asal muasal dana:
pajak, retribusi, serta pungli yang dikumpulkan
membuat kita mati rasa… membuat kita hilang peka
tetes demi tetes keringat rakyat itu pahit terasa
derita demi derita rakyat itu mengharu biru iba
tapi tetap saja kita tak hendak beranjak
menghimpun energy karena esok akan pergi
karena telah bulat tekad untuk tetap berangkat
studi banding sembari cuci mata
bukit camang… bocah malang
apa boleh buat… apa boleh buat
Bandarlampung, awal April 2006
Bukit Camang, adalah salah satu dari sekian bukit (gunung) yang dimiliki kota Bandarlampung. Terletak di kecamatan Tanjungkarang Timur, kondisinya mengenaskan karena dieksplorasi (ditambang pasirnya) secara membabi buta. Debu pekat berhamburan membuat masyarakat sekitar sesak nafas dan terserang ISPA.
Bocah Malang, seorang balita menderita gizi buruk. Ironisnya alamat bermukimnya keluarga pemilik bocah malang ini di sebuah gang tepat di depan BALAIKOTA (tempat walikota Drs H Edy Sutrisno MPd berkantor). Yang diurus walikota ini hanyalah menggelorakan jargon “AYO BERSIH-BERSIH” hanya demi meraih Adipura. Tidak juga begitu berjalan konsisten, pernah Edy Sutrisno memimpin gerakan Ayo Bersih-bersih di Kelurahan Kupang Kota, tidak ada warga yang hadir bahkan Lurahnya pun tak tampak batang hidungnya. Namun demikian, selama satu periode kepemimpinan beliau (2005-2010), memang terwujud meraih Adipura tapi sangat-sangat kontroversial, mengingat kondisi kota yang jauh dari predikat bersih. Pedagang kaki lima memenuhi sekujur kota. Sampah-sampah tak terkelola dengan memadai.
Komentar
Posting Komentar