‘Pemudik Sesungguhnya’

ilustrasi, para pemudik memenuhi terminal bus. (Bisnis.com) Akhirnya hujan ‘mudik’ juga ke kota kami. Menyambut para pemudik sesungguhnya yang datang dari rantau, pulang ke rumah keprabon tempat mereka lahir dan tumbuh besar sebelum akhirnya menikah dan merantau. Di tanah rantau mereka bekerja membanting tulang memeras keringat. Ada di antara mereka yang pulang ke rumah keprabon , masih bertemu Ayah, Ibu, dan kerabat yang dituakan. Ada pula yang hanya bertemu cungkup makam mereka. Tentu terdapat perbedaan rasa yang meriasi suasana Lebaran antara yang masih bertemu Ayah dan Ibu dengan yang tidak lagi bertemu. Kami (saya dan istri) tidak mudik ke kampung saya di Ranau dan kampung istri di Pacitan. Alasannya itu tadi, Ayah Ibu kami sudah tinggal cungkup makamnya saja, begitu pun kerabat yang dituakan sudah pada berpulang. Semakin ke sini semakin ke sana, suasana mudik Lebaran bertambah beda. Silaturahmi telah berganti melalui jendela virtual. Tidak lagi harus pulang agar bisa berte...