Hari Aksara Internasional dan Buta Aksara di Indonesia

Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) tahun 2017 ini secara nasional dipusatkan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang berlangsung dari Rabu (6/9) hingga Sabtu (9/9). Acara puncak peringatannya akan dilaksanakan pada Jumat (8/9/2017) di GOR Ewangga Kuningan. Rangkaian acara akan dimulai dari Pameran Pendidikan dan Kebudayaan, hingga pemberian anugerah aksara, pemberian penghargaan kepada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kreatif-Rekreatif, pemberian penghargaan pemenang lomba keberaksaraan, dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berprestasi.
Murid Sekolah Dasar peserta aubade pada Kongres Pancasila IX di Kampus UGM, Yogyakarta, Sabtu, 22 Juli 2017.
foto: istimewa 

Di lihat dari masing-masing provinsi, di Indonesia masih terdapat 11 provinsi memiliki angka buta huruf (buta aksara) di atas angka nasional. Angka buta aksara ini mencakup penduduk berusia 15-59 tahun, yaitu Provinsi Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen). Sedangkan 23 provinsi lainnya sudah berada di bawah angka nasional.

Jika dilihat dari perbedaan gender, perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki, yakni 1.157.703 orang laki-laki, dan perempuan 2.258.990 orang. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, hingga tahun 2016 penduduk Indonesia yang telah berhasil diberaksarakan mencapai 97,93 persen, atau tinggal sekitar 2,07 persen (3,4 juta orang) yang tersisa. Untuk menuntaskannya diperlukan peran pemerintah pusat, daerah dan masyarakat untuk bersinergi.

Kemendikbud telah merumuskan upaya penuntasan buta aksara dengan 5M yakni:
     1. Mendisain kebijakan keaksaraan yang terintegrasi kesetaraan,
     2. Memperoleh data valid,
     3. Membagi tanggung jawab sumber daya pemerintah dan pemerintah daerah,
     4. Mendiversifikasikan layanan program,
     5. Memangkas birokrasi layanan program melalui aplikasi daring sibopaksara.kemdikbud.go.id/

Sejarah diperingatinya HAI, adalah ketika United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang didirikan pada 1945, pada konferensi para menteri pendidikan tentang Pemberantasan Buta Huruf, di Teheran, Iran, pada tanggal 8 s.d. 19 September 1965, menggagas untuk memperingati hari aksara internasional. Melalui Konferensi Umum UNESCO pada tanggal 26 Oktober 1966, ditetapkanlah tanggal 8 September untuk diperingati sebagai hari aksara internasional. Sejak itu setiap tahun diperingati sebagai wujud komitmen memajukan agenda keaksaraan di tingkat global, regional, dan nasional.

Tema HAI tahun ini yang diusung oleh UNESCO adalah Literacy in a Digital World. Kemendikbud menerjemahkan tema tersebut, yakni Membangun Budaya Literasi di Era Digital, dengan tujuan melihat jenis keterampilan keaksaraan yang dibutuhkan orang untuk menavigasi masyarakat yang dimediasi secara digital, dan mengeksplorasi kebijakan keaksaraan yang efektif. Era digital saat ini memfasilitasi ketersediaan media untuk membangun literasi. Hampir semua lapisan masyarakat memiliki gawai dan akun media sosial. Artinya, semakin dekat bagi mereka untuk terbebas dari buta aksara.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan