Semua Puisi Tentang Ramadan
/1/
Tepat di bulan kesembilan penanggalan Islam
Tepat di bulan kesembilan penanggalan Islam
Di waktu Subuh, Ibu melahirkan anak
keduanya
Bayi laki-laki berkulit putih,
berambut lebat
Ayah memberinya nama Fajri Ramadan
Ia adik yang bakal jadi teman
bermainku
Juga bakal jadi musuh saat berebut pengaruh
Di balik kaca ruang isolasi di Rumah
Bersalin
Di situ pertama aku melihat adikku
Matanya terpejam menduga kelam
teka-teki dunia
Sesekali membuka seperti memasang
siasat
Bibir mungilnya komat-kamit seperti
melafalkan mantra
Telinganya pun tekun berlatih, mencerna
bising kehidupan
Di hari ketujuh, sesudah ari-arinya
tanggal dari pusarnya
Ayah menyiapkan kenduri aqiqah dan acara
marhabanan
Menyembelih dua ekor kambing untuk menebus aqiqahnya
Perintah agama untuk menyegerakan,
jangan tergadaikan
Barzanji dan wirid doa dilantunkan, rambutnya
dicukur
Nama yang telah dipilihkan Ayah pun
disematkan
Pertumbuhan adik pesat, tidak rewel dan irit menangis
Ibu mencurahkan perhatian sepenuhnya pada adik
Setiap beberapa menit Ibu menyodorkan puting payudaranya
Pada mulut mungil adik yang tak mengenal peradaban kenyang
Kedua belah payudara Ibu dikuasainya silih berganti
Bagiku, pengaruh adik lebih besar sihirnya dibanding aku
Pertumbuhan adik pesat, tidak rewel dan irit menangis
Ibu mencurahkan perhatian sepenuhnya pada adik
Setiap beberapa menit Ibu menyodorkan puting payudaranya
Pada mulut mungil adik yang tak mengenal peradaban kenyang
Kedua belah payudara Ibu dikuasainya silih berganti
Bagiku, pengaruh adik lebih besar sihirnya dibanding aku
/2/
Di bulan kesembilan sejak kelahirannya
Di bulan kesembilan sejak kelahirannya
Adik telah mengenal kata-kata dan
mengucapkannya
Terutama ”Mbuk”, ”Ayah”, ”Tatak”, ”Mik”, ”Mam”
dan ”Ucu”
Kaki kecilnya pun perlahan kokoh dan
menyimpan ambisi
Tak hanya berjingkrak dan belajar
melangkah
Berlari pun seperti tak sabar untuk
segera ia kuasai
Sejak adikku lahir, antara aku dan
Ibu terbentang jarak
Usai dimadikan pagi, disuapi bubur instan pengganti ASI
Tampaknya Ibu tahu betul cara merawat bayi
Selama kehamilannya, Ibu membaca majalah ”Ayah Bunda”
Perhatian Ibu mulai terbagi, tak lagi mendongeng padaku
Padahal dulu Ibu suka bercerita, hikayat orang-orang ternama
Tampaknya Ibu tahu betul cara merawat bayi
Selama kehamilannya, Ibu membaca majalah ”Ayah Bunda”
Perhatian Ibu mulai terbagi, tak lagi mendongeng padaku
Padahal dulu Ibu suka bercerita, hikayat orang-orang ternama
Sepertinya, bibit permusuhan mulai
meriak di antara kami
Adikku merasa lebih berkuasa karena
bersekutu dengan Ibu
Apa-apa, aku harus mengalah dan
membiarkan ia menang
Setiap kami berdua berebut mainan,
Ibu membela adik
Pada mulanya aku kesal dan memeram
tanda tanya
Sampai akhirnya aku paham, anak bungsu
kodratnya dimanja
Untungnya, di mata nenek, cucu tertualah yang paling dia sayang
Nenek mempunyai empat orang anak, Ibuku adalah yang bungsu
Tiga kakak sepupuku dari tiga orang Bude, begitu disayang nenek
Tetapi, nenek lebih sayang sama Ibu, karena Ibu anak bungsunya
Hal itu pula yang diperlakukan Ibu pada adik, anak bungsunya
Begitulah peradaban manusia, semua terjadi secara alamiah
Untungnya, di mata nenek, cucu tertualah yang paling dia sayang
Nenek mempunyai empat orang anak, Ibuku adalah yang bungsu
Tiga kakak sepupuku dari tiga orang Bude, begitu disayang nenek
Tetapi, nenek lebih sayang sama Ibu, karena Ibu anak bungsunya
Hal itu pula yang diperlakukan Ibu pada adik, anak bungsunya
Begitulah peradaban manusia, semua terjadi secara alamiah
/3/
Bulan kesembilan penanggalan Islam, usia adik lima tahun
Bulan kesembilan penanggalan Islam, usia adik lima tahun
Usia yang pas bagi semua anak untuk
memulai sekolah TK
Ia bersama teman-teman sekolah
diharuskan belajar puasa
Puasa beduk namanya, semua tak boleh
lagi membawa bekal
Gantinya nanti saat pulang sekolah
boleh makan di rumah
Setelah beduk ditabuh dan azan zuhur
berkumandang
Pada hari pertama betapa berat ujian
puasa baginya
Biasa ada jeda belajar untuk
menikmati bekal yang dibawa
Seketika hilang dari agenda, diharuskan
menahan lapar dahaga
Maka, tatkala beduk bertalu dan azan
zuhur bergema
Seketika itu adik mereguk kesenangan
bukan kepalang
Tiba waktu baginya berbuka puasa
setengah hari
Ibu menyemai bujuk rayu dan janji
hadiah di pikiran adik
Setiap pergeseran satu jam dari saat
beduk dan azan zuhur
Waktu bagi adik berbuka dan batal puasa,
ada reward dari Ibu
Adik tertantang mencoba, menggeser waktu satu jam setiap hari
Hari kedua, ketiga, dan seterusnya, akhirnya
dia berteriak ”aku bisa”
Tepat di hari kesembilan adik berbuka
ketika beduk magrib ditabuh
Meski pada mulanya payah baginya
menyelesaikan puasa sehari
Tetapi, uang hadiah yang dijanjikan Ibu
untuk setiap tunai puasa
Jadi pemompa motivasi baginya
berjuang tundukkan nafsu
Sejak hari kesembilan itu ia
jalankan puasa full sehari penuh
Hingga bulan kesembilan penanggalan
Islam itu berakhir
Di hari yang fitri, adik menghitung
laba hadiah puasa dari Ibu
Dapur Bisa Menyimpan Rahasia?
Sepertinya sulit dipercaya kalau
dapur bisa menyimpan rahasia
Karena di ruang yang terang dan
menjanjikan kehangatan itu
Tak mudah bagi sesiapa memercayainya bisa
memegang rahasia
Pasalnya, di sana ada panci dan wajan
yang memiliki telinga
Tentu akan mendengar riuhnya orang memasak
makanan
Pasalnya, di sana ada piring dan gelas
piala yang memiliki mata
Tentu akan melihat seksinya nafsu
orang menyantap makanan
Aku semakin tak percaya kalau dapur
bisa menyimpan rahasia
Mataku terpaku lekat ke layar
televisi, di sana chef beraksi
Meracik menu berbuka puasa yang sulit aku bayangkan rasanya
Aku jadi tergoda memastikan dapur
bisa menyimpan rahasia
Aku berjingkat dari depan televisi
memeriksa awas seisi dapur
Aku beradu tatap dengan gelas piala,
senyumnya menggoda
Ada orange juice di coolpot dalam lemari
pendingin
Betapa bersiap sedianya gelas piala
itu bila diisi penuh
Aku kembali bertanya, benarkah dapur
bisa menyimpan rahasia?
Beduk beriring azan zuhur baru saja
menghilang gemanya
Aku heningkan pikiran, memasang
telinga setajam-tajamnya
Mengawasi tegas, adakah suara lain
setelah gema azan hilang?
Tapi telingaku beradu sikut dengan
telinga panci dan wajan
Aku putar mata menyapu bersih
sekeliling ruang dapur
Aku terpekur dan bertanya pada panci
dan gelas piala
Apakah benar kalian bisa memegang
teguh rahasia dan janji?
Apakah tak akan membuka aibku bila aku
membatalkan puasa?
Aku ragu dan menggerutu, benar-benar sulit memercayai
Kalau gelas piala yang bermata, panci dan wajan yang bertelinga
Lebih diam dari ruang dapur yang seringai mulutnya menganga
Kembali aku terpekur, logika di benak dan keinginan di hati
Saling adu argumen, mereka sodorkan asumsi-asumsi persuasi
Di layar televisi, chef telah sampai pada sajian resep yang ketiga
Semua namanya aneh, meninggalkan teka-teki seperti apa rasanya
Sementara di masjid muazin telah mengumandangkan iqomat
Aku ragu dan menggerutu, benar-benar sulit memercayai
Kalau gelas piala yang bermata, panci dan wajan yang bertelinga
Lebih diam dari ruang dapur yang seringai mulutnya menganga
Kembali aku terpekur, logika di benak dan keinginan di hati
Saling adu argumen, mereka sodorkan asumsi-asumsi persuasi
Di layar televisi, chef telah sampai pada sajian resep yang ketiga
Semua namanya aneh, meninggalkan teka-teki seperti apa rasanya
Sementara di masjid muazin telah mengumandangkan iqomat
Untung antara ruang keluarga dan
dapur dihubungkan pintu
Aku tutup saja pintu, mengisolasi
hasrat ganjil membatalkan puasa
Untung di dapur tak ada televisi yang
lebih terkutuk dari Setan
Aku matikan televisi, menghapus
jejak chef yang wajahnya anggun
Nama masakannya sulit lidah mengejanya, sulit lagi menebak rasanya
Aku sampai pada simpul, membatalkan puasa begitu
ganjil dan naif
Aku bergegas menuju masjid, untuk mengejar
rakaat yang ketinggalan
Setelah tadi tertunda karena digoda televisi dan perang
logika di dapur
Mengekang Jumawa
Menjalankan ibadah puasa, tak sekadar
mengekang hawa nafsu
Tapi juga mengajarkan kepada kita
agar tak boleh jumawa
Dengan menahan lapar, haus dan
bersenggama di siang hari
Belumlah cukup bagi kita untuk percaya
diri apalagi sombong
Sebanyak apa pun amal kebajikan yang
telah kita perbuat
Di hadapan al-lathief-nya Allah, hal
sepele bisa mereduksi
Audit amal di akhirat tidak sama
dengan audit oleh BPK
Dengan sogokan, laporan keuangan bisa
dapat predikat WTP
Apakah karena di lingkungannya
dihargai dengan panggilan Kiai
Lalu pantas baginya jumawa
mengecilkan orang lain
Jangankan abab busuk, slilit pun membuat gigi Si Kiai tak bersih
Urusan menuju surga jadi ruwet gegara
hal sesepele itu
Membaca kisah ’Slilit Sang Kiai’ tak
ubahnya mendaras kitab
Seorang Kiai sekalipun tak boleh
gegabah berperilaku sembrono
Malaikat Allah mencatat detail dan
rapi semua amal hamba-Nya
Tak ada yang luput sebab Malaikat tak
punya mental korupsi
Maka, seberharga dan setinggi apa pun
status kita di dunia fana
Terpulang kembali kepada amal
perbuatan yang kita tabung
Di depan meja peradilan akhirat ke
mana Sang Kiai ditentukan
Bisa saja karena slilit sepele
mencemplungkannya ke neraka
Apakah karena di lingkungannya dikucilkan
karena dia Pelacur
Lalu tertutup kemungkinan baginya
meraih surga-Nya Allah
Jangankan bisnis melacurnya, tak
salatnya pun menambah aib
Tapi, urusan menuju Surga jadi
lempang gegara perbuatan sepele
Kisah tentang Pelacur yang menolong
anjing yang kehausan
Dengan sepatunya dia ambilkan air
minum buat si anjing
Malaikat Allah mencatat detail dan
rapi semua amal hamba-Nya
Tak ada yang luput sebab Malaikat bukan hakim yang bisa disogok
Maka, sehina dan serendah apa pun
status kita di dunia fana
Terpulang kembali kepada amal
perbuatan yang kita tabung
Di depan meja peradilan akhirat ke
mana Si Pelacur ditentukan
Bisa saja karena menolong anjing yang
haus membuatnya ke surga
Ramadan yang penuh barokah,
maghfirah dan itkum min-annaar
Siapa kita, Sang Kiai, atau Pelacur,
sama hakikatnya di Mata Allah
Mau atau enggan berpuasa, kadar keimananlah
yang menentukan
Mau atau tidak mengekang jumawa,
sesepele itulah persoalannya
Komentar
Posting Komentar